Page 14 - Edisi 185 Mei 2022 | Majalah Komunitas LAZIS Sabilillah Malang
P. 14
Konsultasi Agama Konsultasi Agama Konsultasi Agama
Berkurban Atas Nama Embah Yang Telah Meninggal
Assalamualaikum wr.wb. Saya ingin mengenai hukum berkurban untuk orang sendiri adalah hal yang patut diprioritaskan.
menanyakan masalah kurban. Saya ingin yang sudah meninggal dapat disimak lebih Sebab ibadah kurban merupakan sebuah
berkurban tapi atas nama embah saya yang lanjut dalam tulisan tentang Hukum Berkurban ibadah yang hukum pelaksanaannya adalah
telah meninggal, tetapi untuk saya sendiri untuk Orang yang Telah Meninggal Dunia. sunnah muakkad, dan meninggalkan ibadah
tidak berkurban—karena hanya mampu Lantas, manakah yang lebih baik didahulukan, kurban bagi orang yang mampu menjalankannya
berkurban satu saja. Apakah boleh? Mohon antara berkurban untuk diri sendiri atau untuk adalah hal yang makruh. Sehingga
penjelasannya. orang tua yang telah meninggal? Ada kaedah mendahulukan berkurban untuk orang lain,
dalam fiqih klasik yang sangat berhubungan termasuk orang tua atau kakek yang telah
Jawaban: dengan permasalahan mendahulukan orang meninggal adalah hal yang dimakruhkan. Di
Wa’alaikumsalam wa rahmatullahi wa lain dalam persoalan ibadah ini: samping itu, keabsahan berkurban untuk
barakatuh. Terima kasih atas pertanyaannya ْ ُْ َ ْ orang yang telah meninggal yang tidak
ِ
ِ
ِ
semoga saudara senantiasa diberi keberkahan ٌ بوُ ب ْ حَ م اَ هرْ ي َ غ يِ فَ و ٌ هوُ ركَ م بْ رقلا يِ ف ُ راثيلا berwasiat masih diperselisihkan di antara
dan kelancaran dalam segala aktivitas. Para ulama, sedangkan berkurban untuk diri sendiri
ulama berbeda pendapat mengenai keabsahan “Mendahulukan orang lain dalam persoalan jelas merupakan hal yang sangat dianjurkan
berkurban untuk orang yang telah meninggal ibadah adalah hal yang makruh, sedangkan dan dihukumi sah menurut kesepakatan
ketika mayit (orang mati) sebelumnya tidak dalam persoalan selain ibadah adalah hal ulama (mujma’ ‘alaih). Maka mendahulukan
berwasiat pada keluarga ketika masih hidup. yang dianjurkan.” Hukum asal mendahulukan sesuatu yang telah disepakati lebih utama
Menurut pandangan mazhab Syafi’I, berkurban orang lain dalam persoalan ibadah adalah daripada mendahulukan sesuatu yang masih
yang ditujukan untuk orang yang telah makruh. Namun dalam praktiknya, hukum diperselisihkan. Dalam kaedah fiqih disebutkan:
meninggal ketika tidak berwasiat dianggap mendahulukan orang lain dalam hal ibadah
tidak sah dan pahala tidak sampai kepada sejatinya cenderung berbeda-beda sesuai هيف فلتخملا ىلع مدقم هيلع عمجملاو
orang yang telah meninggal tersebut. dengan status ibadah yang didahulukan serta
Sedangkan menurut tiga mazhab yang lain, dampak yang ditimbulkan dari mendahulukan “Hal yang disepakati lebih didahulukan
yakni Hanafi, Maliki, dan Hanbali, berkurban orang lain. Mengenai hal ini, Syekh Jalaluddin daripada hal yang masih diperselisihkan”
untuk orang yang telah meninggal ketika as-Suyuthi memberikan rangkuman menarik: (Abu al-Hasan ‘Ali bin ‘Abdul Kafi as-Subki,
َ
َ ْ
ْ َ
َ
َ
tidak berwasiat dianggap sah dan pahala ، ِ ءاَ ملاك :ٌ ماَ ر َ ح َ وُ هف بجاَ و ِ كْ رَ ت ىلإ ىَّ دأ ْ نإ ُ راثيلا al-Ibhaj fi Syarh al-Minhaj, juz 3, hal. 245).
ٍ ِ
sampai pada mayit, sebab kematian bukanlah ِّ َ َ ْ ْ ِ Mendahulukan diri sendiri daripada orang
َ
ِ
ِ
penghalang bagi orang lain untuk menujukan َ يل َ صُ ي ْ نأ ُ نِ كْ مُ ي ل ٍ ةَ عاَ مَ ج يِ ف ناكَ ملاَ و ،ِ ةَ رْ وَ علا رِ تا َ سَ و tua dalam hal ibadah sebenarnya tidak hanya
ََْ
ُ
َّ
َ
pahala ibadah atas orang yang telah meninggal لإ ْ مِ هر ِ خ ِ ل ،ةَ بْ و َّ نلا يهَ ت ْ نَ ت لَ و ،ٍ د ِ حاَ و ْ نِ م ُ رثكأ ِ هيِ ف berlaku pada ibadah kurban saja. Dalam
tersebut, seperti dalam permasalahan haji ِ ِ persoalan yang mirip, yakni zakat fitrah,
ْ ْ
َ
َ
ْ َ
َ َ
َ
ِ
dan sedekah. Penjelasan mengenai hal ini ْ وأ ،ٍ ة َّ نُ س ِ كْ رَ ت ىلإ ىَّ دأ ْ نإَ و ،كِ لذ ُ هاَ بشأَ و ، ِ تقَ ولا َ دْ عَ ب ketika seseorang tidak mampu menzakati
َ َْ
َ
َ
َ
ْ
َ
terangkum dalam kitab Mausu’ah al-Fiqhiyyah ،ىلْ ولا ِ فل ِ خ باكِ تْ ر ِ ل ْ وأ ،ٌ هوُ ركَ مف ٌ هوُ ركَ م باكِ تْ را fitrah terhadap seluruh keluarganya karena
ْ َ
ِ
al-Kuwatiyyah: َ َ َْ ُ َ َ ْ ِ َ hanya memiliki beberapa sha’ beras saja,
maka yang harus didahulukan adalah diri
ْ
ِ
َ
َّ
َ
َ َ
ًْ
افقَ و َ فقَ و ْ وأ ،ُ ه ْ نَ ع ِ ةَ ي ِ ح ْ ضتلاب ُ تِّ يَ ملا ى َ صْ وأ اذإ اذَ هبَ و ىلْ ولا فل ِ خف ، ٌ صو ُ صخَ م ٌ يْ هَ ن ِ هيِ ف َ سْ يل اَّ مِ م sendiri. Dalam kitab Mughni
ِ
ِ
ُ َ ْ
ْ
ً
َ َ
َِّ
َ
َ
ِ هرْ ي َ غَ و رذ َّ نلاب ةَ بجاَ و ْ تَ ناك ْ نإف .قافت ِ لاب َ زا َ ج كِ لذِ ل فل ِ خلا عِ فَ تْ رَ ي al-Muhtaj dijelaskan:
ِ
ِ
ِ
ِ
ِ
ِ
ِ
َ َ
ُ
َ
ْ
ْ
َ
َ َ
َ َ َ ُ َْ
ِ
اَ هب صوُ ي ْ مل اذإ اَّ مأ .كِ لذ ذافنإ ِ ثراَ ولا ىلَ ع َ ب َ جَ و “Mendahulukan orang lain (dalam hal ،ُ هَ ت َ جْ و َ ز َّ مث ،ُ ه َ سفَ ن َ مَّ دق ناَ عي ِّ صلا َ ضْ عَ ب َ د َ جَ و ْ ول ُ ه َّ نأَ و
ِ
ِ
ِ ِ
ِ
َْ ُ
َ ْ ُ ُْ ُ
ُ
َ
َ
ْ
ْ
َ ُ
َ َ
ِ
،ِ ه ِ سفَ ن لاَ م ْ نِ م ُ ه ْ نَ ع َ يِّ ح َ ضُ ي ْ نأ ُ هُ رْ ي َ غ ْ وأ ثراَ ولا َ داَ رأف ibadah), ketika akan menyebabkan َ ريبكلا َّ مث ،َّ ملا َّ مث ، َ بلا َّ مث ،َ ريِ غ َّ صلا ُ هَ دلَ و َّ مث
ِ
meninggalkan kewajiban maka hukumnya
ْ ُ
ْ
ْ ُ
َ َُ
َّ
ََ
ِ ةَ ي ِ ح ْ ضتلا زاَ و َ ج ىلإ ةلباَ ن َ حلاَ و ةَّ يِ كِ لاَ ملاَ و ةَّ يِ فَ ن َ حلا َ بَ هذف haram. Seperti permasalahan memberikan “Jika ia menemukan beberapa sha’, maka
ِ
ِ ِ
ْ
َ ْ
َ َّ
َ َ
ُ َ َ
اَ م َّ نإَ و .ِ ةَ هاَ ركلا َ عَ م كِ لذ اوزا َ جأ ةَّ يِ كِ لاَ ملا َّ نأ لإ ،ُ ه ْ نَ ع air, memberi penutup aurat, mempersilakan wajib mengeluarkan zakat untuk dirinya
ِ
ِ
tempat untuk shalat berjamaah pada orang
terlebih dahulu, lalu istrinya, lalu anaknya
ْ
َ
ُ َ
ْ
َ
ََّ
َ
اَ مك ِ تِّ يَ ملا نَ ع َ بُّ رقتلا ُ عَ نْ مَ ي ل َ تْ وَ ملا َّ ن ِ ل ُ هوزا َ جأ lain yang mana tempat tersebut tidak dapat yang kecil, lalu ayahnya, lalu ibunya, lalu
ِ
dibuat shalat lebih dari satu orang dan giliran
ْ
َ
ِّ ج َ حلاَ و ِ ةقَ د َّ صلا يِ ف shalat untuk orang yang akhir hanya bisa anaknya yang sudah besar” (Syekh Khatib
asy-Syirbini, Mughni al-Muhtaj, juz 2, hal.
setelah habisnya waktu, dan kasus-kasus 116). Maka dengan demikian pertanyaan
“Adapun jika (orang yang telah meninggal lain yang serupa. Jika mendahulukan orang dari saudara penanya dapat dijawab bahwa
dunia) belum pernah berwasiat untuk dikurbani lain akan menyebabkan meninggalkan boleh dan sah berkurban untuk kakek yang
kemudian ahli waris atau orang lain mengurbani kesunnahan atau melakukan perkara makruh, telah meninggal menurut pandangan mazhab
orang yang telah meninggal dunia tersebut maka hukumnya adalah makruh, atau akan Maliki, Hanafi dan Hanbali. Namun dari aspek
dari hartanya sendiri maka mazhab Hanafii, menyebabkan melakukan perbuatan khilaf yang lain, mendahulukan berkurban untuk
Maliki, dan Hanbali memperbolehkannya. al-aula berupa perbuatan yang tidak ada orang lain dengan mengakhirkan berkurban
Hanya saja menurut mazhab Maliki boleh larangan secara khusus, maka hukumnya untuk diri sendiri adalah hal yang makruh.
tetapi makruh. Alasan mereka adalah karena adalah khilaf al-aula. Dengan kesimpulan Sehingga sebaiknya etika dalam berkurban
kematian tidak bisa menghalangi orang yang demikian, telah hilanglah perbedaan pendapat adalah mendahulukan berkurban untuk diri
meninggal dunia untuk ber-taqarrub kepada (diantara ulama)” (Syekh Jalaluddin as-Suyuthi, sendiri terlebih dahulu, dan ketika telah
Allah sebagaimana dalam sedekah dan ibadah al-Asybah wa an-Nadza’ir, hal. 117). Berkurban memiliki uang yang lebih maka barulah
haji” (Wizarah al-Awqaf wa asy-Syu`un al- untuk orang tua atau kakek yang telah dianjurkan untuk berkurban untuk orang lain,
Islamiyyah-Kuwait, Mausu’ah al-Fiqhiyyah meninggal memang secara nalar akal adalah dengan begitu seseorang dapat menjalankan
al-Kuwatiyyah, [Beirut: Dar as-Salasil], juz, hal yang sangat baik, namun secara ketentuan tuntunan berkurban yang sesuai dengan
5, hal. 106-107). Penjelasan lebih lengkap fiqih mendahulukan berkurban untuk diri anjuran syariat. Wallahu a’lam.
14 Majalah Komunitas Sabilillah
Edisi: 185 / Terbit Bulan Mei - Juni 2022/Tahun: 09

