Page 4 - MODUL 5 POLA & PENYAJIAN TEKS EKSPLANASI
P. 4
LKPD 4.3 MENENTUKAN POLA DAN MENYAJIKAN TEKS EKSPLANASI
A. IDENTITAS SISWA
1. NAMA SISWA : ………………………………..
2. KELAS/NO : VIII …… / …………………
B. LKPD 1 Menentukan Pola Pengembangan Teks Eksplanasi
Bacalah teks di bawah ini dengan cermat, dan tentukan pola penyajian teks eksplanasi.
KIAI SINGO WULUNG AWAL MACAN KADDU’ DI BONDOWOSO
Ronteg Singo Ulung merupakan kesenian tari
yang menggunakan topeng barongan ini
merupakan seni tradisional asli dari Kabupaten
Bondowoso Jawa Timur. Dengan kepala barong
yang terbuat dari kayu dan badannya terbuat dari
karung plastik ini biasa disebut warga sekitar
dengan nama Can Macanan atau Macan Kaddu’
(bahasa madura red-). Dimana julukan ini memiliki
arti Can Macanan berarti harimau mainan dan
Kadduk berarti karung.
Tari tradisional ini diciptakan oleh leluhur
bernama Jasiman dan Kiai Singo Wulung yang
dihormati karena kearifan dan kesaktiannya.
Dimana, sekitar 400 tahun yang lalu, Kiai Singo
adalah pejuang yang datang dari ponorogo dan
dipercaya masih merupakan keturuan dari kerabat bupati Ponorogo, Batoro Katong.
Dalam perjalanannya untuk dakwah islami, Kiai Singo Wulung berhenti di sebuah hutan yang masih
lebat dan berteduh di sebuah pohon Belimbing untuk istirahat. Hingga kini daerah tersebut menjadi
sebuah nama Desa Belimbing.
Kedatangan Kiai Singo Wulung membuat murka Jasiman atau Mbah Saman, yang merupakan penguasa
hutan tersebut karena telah lancang memasuki wilayahnya. Singkat cerita, akhirnya terjadilah
perkelahian sengit antara kiai singo wulung dan Jasiman dimana, dalam pertarungan tersebut keduanya
menggunakan kayu rotan yang ada di hutan tersebut. Hinjgga sekarang, pertarungan tersebut diangkat
menjadi seni budaya tari Ojhung.
Jasiman sebagai penguasa hutan tidak mau mengalah, hingga pada saatnya Kiai Singo mengubah
wujudnya menjadi “Sardula Seta” atau harimau Putih. Jasiman tidak mampu melawan Kiai Singo yang kian
memojokannya dan tidak dapat berkutik hingga pada akhirnya Jasiman menyerah dan meminta
pertarungan di hentikan.
Jasiman yang tidak tahu kedatangan Kiai Singo pun menjadi Sadar dan masuk agama Islam. Kiai Singo
merupakan pendekar sakti yang sudah beragama islam yang ternyata satu perguruan dengan Jasiman.
Pemandangan yang biasa manusia dengan ilmu tingkat tinggi mampu mengubah wujudnya menjadi
siluman harimau. Hingga Jasiman menikahkan adiknya bernama Munawaroh dengan Kiai Singo dan
berganti nama menadi Muslihah. Karena Kiai Singo di rasa cocok karena sangat sederhana dari
penampilannyayang yang terkesan ulung baik dalam olah kanuragan maupun dari sisi agamanya.
Hingga pada suatu hari, Jasiman memiliki ide untuk menciptakan tari tradisional yang kini disebut tari
Ronteg Singo Ulung yang dimainkan oleh dua orang seperti barong ponorogo atau reyog tradisional.
Tarian ini telah diiringi dengan musik khusus khas Bondowoso yang dapat membuat penonton merasa
heran dan mendapat efek mistis saat mendengar dan menyaksikannya.
Karena pada tahun 1806 terjadi imigrasi secara besar-besaran yang di lakukan oleh orang madura di
wilayah tapal kuda, khususnya Bondowoso, terjadilah perubahan pula pada kesenian tersebut. Seperti
julukan pada Kiai Singo menjadi “Juk Senga” dalam bahasa madura, serta musik pengiring menggunakan
gamelan reyog menjadi arasemen madura dan pakaian warok ponorogo menjadi pakaian khas madura.
perkembangan Seni bersama-sama dengan seni Pojian, seni Ojung selalu dipertunjukkan pada upacara
adat yaitu “Bersih Desa Blimbing” yang selalu diadakan setiap tahun (bulan Sya’ban / Ruwah). Di sisi lain,
ini pertunjukan seni bisa dinikmati pada saat tahunan “Hari Jadi Bondowoso” tepatnya pada 16 Agustus.
Dalam kesenian Singo Ulung terdapat tokoh yang di perankan seperti, Singo Ulung yang
menggambarkan wujud Kiai Singo Wulung yang menjadi Harimau putih Panji yang menggambarkan
Jasiman yang merupakan penguasa wilayah. Dua orang berkelahi menggunakan rotan menggambarkan
pertarungan Jasiman dengan Kiai SIngo. Penari perempuan menggambarkan istri Kiai SIngo.
Berbagai sanggar memiliki presepsi sendiri seperti masih di gunakannya bahasa jawa dan pakaian
warok pada kesenian singo ulung ini, di lain sanggar di gunakanlah bahasa dan pakaian madura. Tentu

