Page 63 - MODUL KELAS 5 TEMA 3
P. 63
Subak merupakan suatu sistem swadaya masyarakat yang berfungsi mengatur
pembagian aliran irigasi yang mengairi setiap petak areal persawahan. Sistem ini dikelola
secara berkelompok, dan bertingkat disertai pembagian peran yang spesifik bagi setiap
anggotanya.
Pada organisasi subak, dikenal adanya beberapa
perangkat. Perangkat-perangkat yang ada dalam
subak adalah pekaseh (ketua subak), petajuh (wakil
pekaseh), penyarikan (juru tulis), petengen (juru
raksa), kasinoman (kurir), dan beberapa yang lainnya.
Selain itu, dikenal adanya subkelompok yang terdiri
dari 20-40 petani yang disebut munduk, yang diketuai
oleh seorang pengliman.
Subak juga dikatakan sebagai wadah yang berperan untuk menghindari konflik horizontal
di antara pada petani di sawah. Semua diatur melalui sistem demokratis, di mana terdapat
seorang kelian (pengurus subak) yang bertugas mengatur urusan-urusan yang berhubungan
dengan pembagian air maupun hubungan sosial di antara anggota subak.
Dalam sistem subak terjadi kerjasama sosial dalam mengelola air yang intinya bentang
lahan tidak boleh dirubah. Aliran sungai tidak dirubah, hanya diatur aliran airnya untuk
memenuhi kebutuhan areal persawahan. Apabila terjadi pelanggaran, maka akan diberikan
hukuman dengan membayar sanksi denda maupun kewajiban melakukan upacara. Karena
sifatnya yang dibangun dari bawah (buttom up), pemerintah tidak melakukan intervensi
dalam pengelolaan sistem subak ini.
Subak di Bali menggunakan sumber air dari danau-danau yang berada di pegunungan
pulau Bali. Misalnya di bentang lahan Subak Catur Angga Batukaru yang meliputi kawasan
Jati Luwih, air berasal dari Danau Tamblingan yang berada di Kabupaten Buleleng dan aliran
sungai yang terbentuk kontur Gunung Batukaru (2.276 m dpl).
Menurut penelitian, terasering dan pura dibangun pada abad ke-10, sehingga subak ini
merupakan salah satu budaya tertua di Bali. Sebagai batas dari areal subak ini terdapat lima
pura yang sekaligus menjadi batas bagi bentang alam lahan pertanian. Subak ini dibangun
dengan wilayah kelola ekologi yang melingkupi teras persawahan yang mencakup skala
seluruh wilayah yang dapat dialiri oleh air dari sungai.
Sejak tahun 2012, subak dinyatakan sebagai Cultural Landscape Word Heritage oleh
UNESCO. Namun, sampai sekarang model pengelolaan situs warisan budaya ini masih terus
dicari dan dirumuskan. Berbeda dengan warisan budaya yang mati, maka subak adalah
warisan kultural yang hidup, yang dinamis di satu sisi, namun jika tidak dijaga dengan baik
akan berubah menjadi rusak bahkan hilang.
Ancaman terhadap kelestarian subak disebabkan oleh pesatnya perkembangan
pembangunan, termasuk perkembangan pariwisata. Sektor pariwisata yang berkembang
pesat di Bali tidak hanya berdampak positif, namun kedepannya dapat menjadi bumerang
bagi kehidupan di Bali dengan filosofi budaya agrarisnya. Bentang alam dan tradisi kultural
yang sangat terkenal di Bali menyebabkan para petani menjual lahan sawahnya kepada
para pengembang pariwisata dan pada akhirnya sistem subak akan punah.
Guna mendukung kelestarian sistem subak, Pemda Bali telah memberikan bantuan dua
puluh juta rupiah kepada setiap organisasi petani untuk melestarikan sistem subak. Bantuan
yang diberikan ini adalah untuk mendukung pelestarian budaya seperti mengadakan upacara
dan pertanian yang dibutuhkan oleh subak dari proses tanam hingga padi di panen.
Ke depan tentunya diperlukan suatu solusi bijak bagi pelestarian sistem subak di Bali,
sebuah mahakarya pengelolaan pertanian warisan leluhur berusia lebih dari seribu dua
ratus tahun.
Tematik 5 Tema 3 Makanan Sehat 63

