Page 33 - Modul
P. 33

Kondisi  Republik  Indonesia  bertambah  parah  ketika  Belanda  melakukan  blokade

                  ekonomi. Rakyat Republik Indonesia menjadi sangat menderita, kurang pakaian, kurang obat-
                  obatan dan kurang peralatan untuk produksi (Nasution, 1978: 165). Hijrahnya pasukan TNI ke

                 daerah  Republik  Indonesia  juga  menambah  beban  bagi  pemerintah  Republik  Indonesia.
                  Kondisi  ini  memicu  Indonesia  untuk  mempersiapkan  diri  menghadapi  meletusnya  Agresi

                  Militer  Belanda  yang  kedua  serta  kembali  menguasai  daerah-daerah  yang  telah  Belanda

                  kuasai.

                         Untuk  mempersiapkan  diri  menghadapi  Agresi  Militer  Belanda  II,  TNI  telah
                  menyusun  rencana  umum  yang  terkenal  dengan  nama  Perintah  Siasat  No.  1  atau  Intruksi

                  Panglima  Besar  Sudirman  tertanggal  November  1948  dan  telah  mendapat  pengesahan  dari
                  Pemerintah RI pada awal November  1948 (Nasution, 1979: 281).  Di dalam Perintah Siasat

                  No. 1 ini tercantum soal tugas pasukan-pasukan yang berasal dari daerah federal untuk ber-

                  wingate dan membentuk kantong-kantong (Disjarah TNI-AD, 1972: 103).

                         Wingate  sendiri  merupakan  usaha  untuk  melakukan  penyusupan  kembali  ke  daerah
                 semula secara tersembunyi (Hadi, N. dan Sutopo. 1997:131). Tugas utama wingate ini ialah

                  selekas mungkin sampai ke daerah kantong untuk melakukan  wehrkreise. Perlu gerak cepat

                  dan  sebisa  mungkin  menghindari  pertempuran,  supayadapat  tiba  di  tempat  tujuan  dalam

                  keadaan  utuh  dan  segar  bugar  (Nasution,  1978:  305).  Wingate  action  ini  dilaksanakan

                  bersamaan  dengan  meletusnya  Agresi  Militer  Belanda  ke  II,  di  mana  Belanda  telah
                 menyatakan tidak terikat lagi dengan Perjanjian Renville.

                         Pada saat itu pasukan Brigade III Damarwulan melaksanakan wingate action

                  ke Karesidenan Besuki. Karesidenan Besuki merupakan daerah asal Brigade III  Damarwulan

                  sebelum  terkena  dampak  dari  Persetujuan  Renville.  Divisi  I  Brigade  III/Damarwulan

                  melakukan wingate untuk menghadapi front Jember dan mengawasi jalur Lumajang-Klakah-
                  Jember-Banyuwangi  (Pusat  sejarah  dan  tradisi  TNI,  2000:  167).  Letkol  Moch  Sroeudji

                  ditunjuk sebagai Komandan Brigade III Damarwulan. Brigade III Damarwulan ini terdiri dari
                  3 Batalyon Infanteri  yakni:  Batalyon 25  di bawah   pimpinan Mayor Safiudin, Batalyon 26

                  Mayor  Magenda,  dan  Batalyon  27  Mayor    Sudarmin,  ditambah  dengan  Depot  Batalyon

                  Darsan Iru (Nasution, 1979: 305).


               Modul Sejarah Perang Kemerdekaan di Jember
   28   29   30   31   32   33   34   35   36   37   38