Page 16 - BMP Pendidikan Agama Kristen
P. 16
2
persaingan terbuka dalam berbagai bidang, khususnya bidang pendidikan.
Secara umum pendidikan terkait erat dengan perubahan zaman yang
berkaitan dengan sistem nilai dan gaya hidup. Hal ini sangat memengaruhi
pola pendidikan dan sekaligus menjadi tantangan ekstrem bagi dinamika
pendidikan khususnya dalam area PAK. Alih-alih mengatakan keseluruhan
praksis pendidikan di sekolah Kristen telah dibangun di atas basis filosofi
pendidikan sekuler. Artinya, kegiatan yang berjubah rohani hanyalah hiasan
saja dalam kurikulum tanpa penghayatan dan tidak menyentuh dinamika
kehidupan dalam proses pembentukan karakter dan spiritual yang
alkitabiah, guru maupun para murid. Banyak sekolah Kristen, baik di tingkat
dasar sampai tingkat menengah, bahkan perguruan tinggi pun, sekadar
menyandang nama Kristen saja. Pada umumnya, lembaga pendidikan
Kristen ini lebih menjalankan praksis pendidikannya dengan menekankan
prestasi akademis semata.
Daniel Stefanus dalam analisanya mengemukakan beberapa hal yang
menyebabkan pendidikan agama di sekolah dinilai telah gagal, yakni:
1) Pendidikan agama kita selama ini ditengarai masih berpusat pada hal-
hal yang bersifat simbolik, ritualistik dan legal formalistik.
2) Pendidikan agama cenderung bertumpu pada penggarapan ranah
kognitif (intelektual) atau paling banter hingga ranah afektif
(emosional).
3) Pendidikan agama di sekolah selama ini tidak berhasil meningkatkan
etika dan moralitas peserta didik.
4) Pendidikan di Indonesia dipahami hanya sebagai sebuah ilmu dan
bukan laku.
5) Orang tua menyerahkan sepenuhnya urusan pendidikan agama
kepada sekolah.
2
6) Pendidikan agama tampaknya cenderung bersifat eksklusif.
PAK harus lebih dikembangkan guna menghasilkan karakter siswa dan
integritas dalam penghayatannya kepada Tuhan, juga dalam hal
memanusiakan manusia. Penyelenggara pendidikan keagamaan Kristen
haruslah memiliki komitmen yang sungguh-sungguh terhadap
penyelenggaraan PAK.
2 Daniel Stefanus, Pendidikan Agama Kristen Kemajemukan. (Bandung: Bina Media
Indonesia, 2009), 91.

