Page 6 - Al-Bayan EDISI 24
P. 6
KAJIAN UTAMA
AKAR PENGGERAK ITU
BERNAMA AL-BAYAN
Oleh: Didik Hermanto
(Pemred, Pendiri & Inisiator Majalah Santri Al-Bayan)
S Miskonsepsi Literasi dan Peran Guru
Sejak tahun 2016 majalah santri
Al-Bayan mulai menemani hari-hari santri
Literasi sebagaimana dilakukan
Pesantren Terpadu Daarul Fikri. Awalnya
di beberapa lembaga pendidikan, masih
majalah santri Al-Bayan timbul dari
membaca
berkutat
program
pada
keinginan sekelompok kecil guru untuk
dan menulis saja. Praktiknya sekolah
menyemarakkan literasi di Pesantren.
Namun, tentu bukan hal yang mudah
membaca selama 15 hingga 30 menit
untuk dilakukan, mengingat tidak semua
tertentu.
waktu
anak
setiap
Bagi
elemen pesantren memahami pentingnya mengemas program literasi melalui
tertentu program semacam itu justru
literasi di sebuah Lembaga pendidikan. membosankan. Hingga akhirnya program
Dalam perjalanannyapun tidak sedikit tersebut hanya bersifat formalitas saja
halangan yang dihadapi. Bahkan hingga tanpa mendapatkan hasil. Hal tersebut
membuat para redaktur santri sempat berangkat dari kesalahan memahami
putus asa karena Al-Bayan hanya makna literasi.
dianggap sebagai alat untuk memuluskan
hal lain. Namun dengan motivasi yang Najeela Shihab (2019) menjelaskan
kuat, hal tersebut mampu dilewati sambil Literasi adalah usaha untuk memberikan
tetap memberikan kontribusi semaksimal kesempatan kepada anak berkreasi sesuai
mungkin. dengan potensi yang dimilikinya. Modal
utamanya adalah keingintahuan anak.
Rekam jejak yang begitu sulit Kenyataannya, anak dipaksa untuk belajar
menjadikan majalah santri saat ini begitu tanpa rasa penasaran. Mereka dibiarkan
kuat. Meski tak seperti majalah-majalah terjebak dalam pembelajaran cara
lain yang nilai bobot tulisannya lebih menjawab soal saja. Soal yang jawabannya
berkualitas. Namun sejak awal dirintis sudah ditentukan sejak awal. Hal ini
Majalah santri Al-Bayan tetap ingin jelas bertentangan dengan kenyataan
mempertahankan keunikannya. Yaitu persoalan hidup yang mempunyai banyak
mengedepankan karya dari santri-santri jawaban di dalamnya.
sendiri. Pengumpulan, editing serta
layoutnya dikelola oleh santri. Hingga Untuk itu peran guru sebagai
didistribusikan untuk menjadi konsumsi fasilitator anak harus muncul ke
santri. Dari, oleh dan untuk santri. permukaan. Mereka harus melatih
kemampuan menggali
potensi sebagai keterampilan
literasi. Bukan malah dipaksa
menyeragamkannya karena
“amanah” kurikulum nasional
untuk memenuhi target
materi belaka. Bukankah
panduan kurikulum bukan
standar isi saja? Melainkan
juga standar kompetensi,
proses dan penilaian.
Selama guru berfokus pada
kompetensi literasi dengan
cara merangsang penalaran
anak maka mereka akan lebih
banyak mendapatkan poin
06 MAJALAH AL-BAYAN
EDISI 24

