Page 261 - BMP Pendidikan Agama Kristen
P. 261

247



                politik  sebagai  kompromi  dan  konsensus,  dan  (4)  politik  sebagai
                           19
                kekuasaan.  Sebagai sebuah seni pemerintahan, Heywood melihat politik
                sebagai  proses  yang  merespons  beragam  tekanan  dari  masyarakat  yang
                kemudian melahirkan kebijakan atau keputusan formal yang dituangkan ke
                dalam rencana kerja untuk masyarakat.
                     Politik  sebagai  urusan  publik  artinya  politik  dipandang  sebagai
                aktivitas  yang  dilakukan  oleh  lembaga-lembaga  negara  dalam  mengatur
                kehidupan bermasyarakat dan melayani kebutuhan publik. Konsep politik
                sebagai  sebuah  kompromi  dan  konsesus  dapat  dikaitkan  dengan  proses
                pembuatan  keputusan.  Artinya,  politik  secara  khusus  dipandang  sebagai

                sebuah cara untuk menyelesaikan konflik melalui kompromi, kesepakatan,
                perdamaian dan negosiasi. Yang terakhir, politik sebagai kekuasaan artinya
                politik  perlu  dilihat  sebagai  kemampuan  untuk  mencapai  hasil  yang
                diinginkan,  apapun  caranya.  Kekuasaan  dan  kewenangan  ini  diperlukan
                oleh  pemerintah  untuk  melaksanakan  aktivitasnya  dan  mengatur
                masyarakat demi tercapai tujuan bersama.

                C.  Hubungan Politik dan Agama
                     Perdebatan tentang apakah agama harus dipisahkan atau dilekatkan

                dengan politik telah berlangsung lama, bahkan sejak abad pertengahan di
                Eropa. Setelah disepakatinya Perjanjian Westphalia pada tahun 1648 yang
                mengakhiri  perang  30  tahun  di  Eropa,  sejumlah  negara  Eropa  mulai
                menganut prinsip sekulerisme yang pada dasarnya memisahkan kekuasaan
                gereja (agama) dari kekuasaan negara (politik). Prancis misalnya, undang-
                undang yang dikeluarkan pada tahun 1905 di negara ini mengatur tentang
                pemisahan gereja dan negara dengan mendasarkan diri pada dua prinsip
                utama, yaitu:
                  1.  kebebasan  hati  nurani,  di  mana  negara  menjamin  kebebasan
                      beribadah dengan tetap menjaga ketertiban umum,

                  2.  netralitas  negara  terhadap  agama  apapun  yang  ada  di  dalam
                      negaranya.  Konsekuensinya,  negara  tidak  akan  menyediakan
                      anggaran untuk aktivitas yang berkaitan dengan agama kecuali untuk
                      pelayanan kerohanian di sekolah menengah, perguruan tinggi, rumah
                      sakit, rumah sakit jiwa dan penjara.


                19  Andrew Heywood, Politik, 5-18.
   256   257   258   259   260   261   262   263   264   265   266