Page 64 - pdfcoffee.com_407689652-filosofi-teras-pdfdocx-pdf-free
P. 64

siapa pun tanpa harus memperdebatkan asal muasalnya.
                     Mereka yang religius akan memandang nalar/rasio sebagai
                     sebuah karunia dari Sang Pencipta dan mungkin bersifat
                     abstrak, dalam arti tidak berwujud fisik atau bagian
                     dari ruh manusia. Sebaliknya, mereka yang skeptis dan
                     sangat berpegangan pada sains mungkin melihat nalar
                     murni sebagai fungsi biologis, produk evolusi ratusan
                     ribu tahun, hasil kerja dan interaksi berbagai bagian di
                     otak yang rumit.
                     It does not matter where it came from. Stoisisme lebih menekankan

                     bahwa rasionalitas adalah fitur unik dari manusia. Walaupun ilmu
                     psikiatri dan saraf modern mengerti bahwa fungsi nalar bisa menjadi
                     rusak/terganggu karena gangguan otak atau penggunaan narkoba,
                     tetapi untuk pembahasan ini kita mengasumsikan fungsi nalar yang
                     sehat pada kebanyakan orang.

                     Sampai di sini mungkin kamu berpikir, “YA ELAH, APA

                     ISTIMEWANYA INI? GUE JUGA UDAH TAU KALO MANUSIA LEBIH
                     PINTER DARI BINATANG!" Ini mungkin pemahaman lama bagi kita
                     semua, tetapi kemudian Stoisisme lebih jauh lagi mengajarkan
                     mengapa kita harus selalu menggunakan rasionalitas. Argumennya
                     kurang lebih seperti berikut:

                         •   Jika kita ingin hidup bahagia, bebas dari emosi negatif, kita

                             “harus hidup selaras dengan Alam".
                         •   Alam memberikan manusia rasionalitas sebagai fitur unik yang
                             membedakannya dari binatang.

                         •   “Hidup selaras dengan Alam" untuk manusia artinya kita
                             HARUS menggunakan nalar. Saat kita tidak menggunakannya,
                             praktis kita tidak berbeda dengan binatang.

                         •   Ketika kita tidak menggunakan nalar kita, selain kita menjadi
                             sama dengan binatang, kita akan rentan merasa tidak bahagia,
                             karena kita telah “tidak selaras lagi dengan Alam”. Bayangkan

                             seekor singa yang sifat dasarnya adalah tinggal di savanna
                             luas di alam bebas, kemudian harus tinggal di kurungan sempit
                             di kebun binatang. Singa yang hidupnya sudah tidak selaras
                             lagi dengan Alam ini rasanya sulit merasa 'bahagia’, bahkan
                             walaupun makanannya dijamin sekalipun.
















                                                         37
   59   60   61   62   63   64   65   66   67   68   69