Page 65 - pdfcoffee.com_407689652-filosofi-teras-pdfdocx-pdf-free
P. 65

Coba kita pikirkan situasi-situasi sehari-hari di mana kita mungkin
                    kehilangan nalar, akal sehat, atau kepala dingin—-walau hanya sesaat:


                         •   Kita menerima e-mail pekerjaan yang—menurut kita— sengaja
                             menyinggung perasaan pribadi. Kita segera membalas e-mail
                             tersebut dengan kosakata berbagai penghuni kebun binatang
                             (padahal kita tidak berkantor di kebun binatang).

                         •   Kita sedang berkendara di jalan, kemudian kendaraan kita
                             disalip orang. Serta-merta kita emosi dan marah- marah,
                             bahkan sampai mengejar penyerobot tersebut untuk membalas
                             dendam (padahal, kita sedang naik skuter, sementara yang

                             nyalip naik mobil Ferrari. Etapi ke/ce/erjuga sih kalau lagi
                             macet....).
                         •   Kita mencium wangi parfum perempuan lain di baju suami dan

                             tanpa berpikir panjang kita menyentuhkan panci ke pipi suami
                             (dengan kecepatan tinggi).
                         •   Kita baru berkenalan dengan perempuan cantik, kemudian
                             langsung mengajaknya tidur bersama.

                         •   Kita membaca sebuah posting-an provokatif di media sosial
                             dan langsung emosi, sehingga kita marah-marah di bagian

                             comment atau segera mem-forward-nya ke banyak orang
                             tanpa mengecek dulu kebenarannya.

                    Di semua contoh situasi tadi, kita sedang tidak menggunakan
                    nalar/rasio dan hanya mengikuti hawa nafsu. Apakah kira- kira semua
                    tindakan tadi akan membawa hasil yang positif? (Bayangkan nasib
                    sang suami yang dielus panci dengan kecepatan tinggi tadi). Inilah

                    yang dimaksudkan di dalam Stoisisme, agar kita "hidup selaras
                    dengan Alam", yaitu, sebisa mungkin, di setiap situasi hidup, kita tidak
                    kehilangan nalar kita dan berlaku seperti binatang, yang akhirnya
                    berujung kepada ketidakbahagiaan (dan dalam beberapa kasus, benjol
                    di kepala orang lain).




                    Makhluk Sosial

                    Selain memiliki nalar, Stoisisme percaya bahwa sifat alami [nature)
                    manusia adalah social creatures (makhluk sosial). Artinya, kita harus
                    hidup sebagai bagian dari kelompok yang lebih besar. Jika ini

                    digabungkan dengan prinsip manusia harus menggunakan nalar tadi,
                    seorang praktisi Stoa—seharusnya— hidup secara sosial, yaitu tidak
                    mengisolasi diri dari manusia lainnya, dan juga berhubungan dengan









          FILOSOFI TERAS                               38
   60   61   62   63   64   65   66   67   68   69   70