Page 10 - Edisi 173 Tahun 2020 | Majalah Komunitas LAZIS Sabilillah Malang
P. 10
Renungan
TERMAKTUB kisah dalam kitab Nihâyatul “Maha suci Allah yang telah menuntunmu pada ayahnya, “Apakah yang membuatmu
‘Izzi wa Sya râf karya Abuya Sayyid Muham- ke jalan ilmu, wahai putraku. Semoga ilmumu bersedih, wahai ayahanda?”
mad bin Alwi al-Maliki al-Hasani bahwa bermanfaat kelak bagi pribadimu, keluarga “Bagaimana aku tidak kecewa wahai
suatu ketika ada seorang ayah yang menasihati dan masyarakat di sekitarmu,” doa sang ayah. putraku. Apakah engkau tidak tahu, bahwa
kedua anaknya, “Wahai kedua anakku, kini “Lantas, bagaimana dengan dikau wahai sesungguhnya bangkai itu najis hukumnya.
engkau telah beranjak dewasa. Namun, dirimu putraku?” tanya ayah kepada anak yang satunya. Sedang engkau, selama pertapaanmu di goa
sama sekali belum melihat dunia luar. Maka “Wahai ayahku, selama sepuluh tahun ini, aku sana, dengan bangga mengalungkan barang
dari itu berkelanalah, wahai putraku, hingga memutuskan untuk tahannus, menyepi beribadah najis itu dan mengira bahwa itu adalah karunia
engkau mendapatkan pengalaman yang kepada Allah di sebuah goa. Alhamdulillah, dari Allah ta’ala,” sang ayah begitu terpukul.
bermanfaat bagi kehidupanmu kelak.” Kedua baru berselang tiga hari Allah telah memberiku “Lantas bagaimanakah ibadahku sang
putra tersebut lantas bergegas untuk anugerah yang tak terkira.” ayah? Kukira dengan menyepi dan beribadah
mempersiapkan pe ngem baraanya. Setelah “Apa itu wahai anakku?” Belum sampai saja. Allah akan memberiku karunia yang
berpamit dengan ayah mereka, keduanya anaknya selesai menjelaskan, sang ayah luar biasa,” kaget sang anak, cemas tak karuan.
berpisah di ujung jalan desa. Ya, mereka terburu memotong penjelasan anaknya akibat “Ketahuailah wahai anakku. Wajib bagimu
tidak mengembara bersama. Mereka lebih keingintahuan yang begitu mendalam. untuk mengganti seluruh ibadah shalat yang
memilih berpisah, menentukan destinasi “Ya, baru saja tiga hari aku berdiam diri engkau lakukan setelah engkau menggunakan
sesuai kehendak hati. di gua itu. Tiba-tiba ada seekor kadal emas kalung itu, selama sepuluh tahun ini. Karena
Kini lega sudah hati sang ayah meski awalnya yang berkilauan sedang berdiam diri tidaklah sah ibadah seseorang ketika ia
agak berberat hati harus terpisah dengan kedua di hadapanku. Ia begitu indah nan menarik membawa najis dalam ibadahnya,” terang
buah hati. Namun baginya lebih penting pandanganku. Besar firasatku bahwa ini sang ayah dengan wajah yang penuh iba.
melepaskan anaknya untuk ber kelana mengarungi adalah karunia yang Allah berikan kepadaku.” “Dan ketahuilah satu hal lagi anakku.
samudera kehidupan luar sana yang tentu “Aku lantas mengambilnya. Namun, ku Berpindahlah engkau ke jalan ilmu terlebih
bermanfaat kelak bagi mereka. pikir rasanya aku akan kerepotan jika harus dahulu, sebelum engkau mengarungi sisi
Tak terasa sepuluh tahun berlalu. Sesuai memeliharanya hidup-hidup. Sedangkan, kehidupan yang lainnya di kemudian kelak.
waktu yang telah disepakati, mereka bersama- niatku bertapa di dalam gua adalah agar Karena, sebaik-baiknya bekal kehidupan
sama kembali ke hadirat sang ayah yang aku dapat khusyuk beribadah kepada adalah ilmu bermanfaat yang juga diamalkan,”
telah menanti. Setelah melepas rindu dan Allah ta’ala semata.” pesan sang ayah di akhir perbincangan, sedang
berbasa-basi, sang ayah pun mulai menyo- “Akhirnya, aku awetkan saja kadal emas sang anak pun tertunduk malu sembari
dorkan pertanyaan inti, “Wahai putraku yang itu. Setelah aku menghilangkan nyawanya, sesenggukan menahan sesal nan malu.
kusayangi. Apakah yang engkau dapat selama lantas aku jemur bangkai kadal itu hingga Memang ilmu merupakan bekal pertama
satu dekade ini?” tanya sang ayah penuh mengering dan tak berbau. Setelah itu kutali dan utama dalam menjalani kehidupan.
tatapan dalam. ujung tubuhnya dengan kalung yang kini Bahkan sering sekali ulama salaf menyitir
Salah satu dari mereka mulai angkat bicara, terlilit di leherku. Ini dia ayah,” terang anak sebuah maqalah Arab dalam menggambarkan
“Wahai ayah yang sangat hamba hormati. satu itu sambil menunjukkan kalung yang pentingnya ilmu:
Semenjak langkah kakiku tak terlihat oleh bergelantung di lehernya. ناطيشلا ىلع دشأ اعروتم املاع اهيقف ناف
pandanganmu. Hamba memutuskan untuk “Astaghfirullah….” seru sang ayah.
pergi belajar ke pesantren kepada seorang Alih-alih sang ayah terpukau bangga akibat دباع فلأ نم
guru. Alhamdulillah, selama itu hamba berhasil pencapaiannya selama mengembara. Sang “Sesungguhnya seorang faqih (ahli ilmu
meringkas beberapa pelajaran yang telah ayah justru bermuram durja sambil memegang fiqih) nan berhati-hati itu lebih sulit bagi
diajarkan. Ini ayahanda,” terang sang anak kepala. Anaknya begitu bingung tiada tara. setan untuk menggodanya dibandingkan
sambil menyerahkan beberapa tumpuk buku Adakah yang salah dengan ‘kisah hebat’ dengan 1000 hamba yang rajin beribadah.”
ringkasannya. yang dialaminya. Ia pun segera bertanya Wallahu a’lam. (NU.ONLINE)
10 Majalah Komunitas Sabilillah
Edisi 173 / Terbit Bulan Januari 2020 / Thn: 08

