Page 56 - pdfcoffee.com_407689652-filosofi-teras-pdfdocx-pdf-free
P. 56

kepantasan, dan kontrol diri (atas nafsu dan emosi).



                  Saat saya mempelajari Stoisisme, saya menemukan bahwa
                 “kebahagiaan” (dalam pengertian umum) bukanlah tujuan utama yang
                 dicari dalam filosofi ini. Para filsuf Stoa lebih menekankan pada
                 mengendalikan emosi negatif, dan mengasah virtue (kebajikan, atau
                 terjemahan lainnya “keutamaan”). Virtue dalam bahasa Inggris diambil
                 dari kata dalam Bahasa Latin virtus, dan kata ini sendiri diambil dari
                 bahasa Yunani arete. Dalam proses penerjemahan berlapis ini tentu ada

                 makna yang hilang, dan penting untuk kita mengetahui apa makna asli
                 dari kata arete.

                  Dalam bukunya Stoicism and The Art of Happiness, Donald Robertson
                 menerangkan bahwa arete bermakna menjalankan sifat dan esensi dasar
                 kita dengan sebaik mungkin, dengan cara sehat dan terpuji. Atau, kalau
                 saya mencoba menggunakan kata-kata saya sendiri, hidup sebaik-
                 baiknya sesuai dengan peruntukkan kita.


                  Mungkin lebih jelas jika kita melihat contoh penggunaan arete dalam
                 penggunaan bahasa Yunani aslinya. Seekor kuda yang kuat, tangguh,
                 dan bisa berlari kencang bisa disebut memiliki arete (sementara dalam
                 bahasa Inggris tidak mungkin kuda itu disebut memiliki virtue, atau dalam
                 bahasa Indonesia kuda itu disebut ‘bajik’). Ini artinya si kuda yang kuat
                 dan berlari kencang ini sudah menjalankan hidupnya sebaik-baiknya

                 sesuai sifat dan esensi dasar dari ‘kuda’.

                  Filosofi Teras percaya bahwa hidup dengan arete/v/rtue/kebajikan ini
                 yang harus dikejar oleh kita semua. Bersama-sama dengan kemampuan
                 mengendalikan emosi negatif, maka hidup yang tenteram, damai, dan
                 tangguh akan hadir sebagai konsekuensi.

                  Namun, untuk bisa hidup dengan arete, kita harus terlebih dahulu

                 mengetahui apa sebenarnya esensi dan peruntukkan kita sebagai
                 manusia. Ini yang akan dibahas di bab berikutnya.

                  Berbeda dari banyak aliran filsafat lain, Stoisisme terasa lebih
                 menekankan pada praktik, dan tidak terlalu pada diskusi intelektual
                 menyangkut ide-ide dan konsep abstrak. Semakin banyak saya membaca
                 mengenai Stoisisme, semakin saya merasa para tokoh-tokoh filsafat ini

                 lebih menyerupai psikolog, konselor, guru BP (eh, sekarang namanya
                 guru BK, Bimbingan Konseling, ya?), dan life coach untuk zamannya.
                 Mereka adalah pengamat perilaku manusia dan human condition yang
                 tajam, sangat mengerti kehidupan manusia, bisa membedakan
                 kebahagiaan dan damai yang substansial dari yang dangkal, dan juga
   51   52   53   54   55   56   57   58   59   60   61