Page 76 - pdfcoffee.com_407689652-filosofi-teras-pdfdocx-pdf-free
P. 76

menyesali kondisi kita terlahir misalnya. Awal eksistensi kita di dunia ini
                  adalah sebuah hal yang sangat di luar kendali kita.

                  Kita tidak pernah meminta untuk dilahirkan (ini adalah konsekuensi

                  perbuatan orang tua kita di sebuah malam yang dingin dan romantis,
                  saat hujan baru usai dan bulan purnama...) dan kita sama sekali tidak
                  memiliki hak suara untuk menentukan jenis kelamin kita, warna kulit kita
                  (walau nanti saat sudah dewasa boleh dicoba diganti), jenis rambut kita
                  (lurus, keriting, jigrak], kesehatan kita (memiliki anggota tubuh yang
                  lengkap atau disabilitas), sampai etnis/suku dan kewarganegaraan kita

                  saat lahir.

                  Banyak orang sampai usia dewasanya masih menyesali kondisi dia
                  terlahir. Pikiran-pikiran seperti, “Mengapa saya terlahir menjadi orang
                  Sunda, padahal seharusnya saya orang Viking!”, “Mengapa saya terlahir
                  di tahun 1990-an, padahal saya maunya lahir di jaman Star Trek?”,
                  "Mengapa saya punya rambut keriting?”, "Mengapa saya pendek?”, dan
                  lain-lain. Bagi Filosofi Teras, penyesalan seperti ini adalah kesia-siaan,

                  karena menyesali hal yang ada di luar kendali kita.
                  Stoisisme mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati hanya bisa datang

                  dari "things we can control", hal-hal yang di bawah kendali kita. Dengan
                  kata lain, kebahagiaan sejati hanya bisa datang dari dalam. Sebaliknya,
                  kita tidak bisa menggantungkan kebahagiaan dan kedamaian sejati
                  kepada hal-hal yang tidak bisa kita kendalikan. Bagi para filsuf Stoa,
                  menggantungkan kebahagiaan pada hal-hal yang tidak bisa kita

                  kendalikan, seperti perlakuan orang lain, opini orang lain, status dan
                  popularitas (yang ditentukan orang lain), kekayaan, dan lainnya adalah
                  tidak rasional.

                  Di bab sebelumnya, kita sudah melihat bagaimana Stoisisme
                  mengajarkan bahwa kita wajib menggunakan nalar dan rasionalitas agar
                  selaras dengan alam dan terhindar dari kebiasaan menyalahkan Tuhan
                  dan orang lain (pernah menyalahkan Tuhan atau orang lain untuk

                  urusan rezeki, reputasi, atau kesehatan kita? Udah, ngaku aja...].
                  Menggantungkan kebahagiaan pada hal-hal yang di luar kendali itu tidak

                  rasional, karena bagaimana kita bisa benar-benar bahagia jika
                  pencapaian akan hal-hal tersebut tidak sepenuhnya berada di tangan
                  kita? Hal-hal ini tidak merdeka, bagaikan budak, dan merupakan milik
                  (atau ditentukan) orang lain. Jika kita hanya bisa merasa bahagia
                  dengan hal-halyang ada di luar kendali kita, ini sama saja dengan
                  menyerahkan kebahagiaan dan kedamaian hidup kita ke pihak/orang

                  lain. Perilaku tersebut bertentangan dengan Filosofi Teras, seperti yang






                                                            49                        HENRY MANAMPIRING
   71   72   73   74   75   76   77   78   79   80   81