Page 181 - pdfcoffee.com_407689652-filosofi-teras-pdfdocx-pdf-free
P. 181

saya mencobanya juga. Anehnya, perlahan saya bisa merasakan
                      bahwa ide ini tidaklah seabsurd itu. Saya memang tidak berubah

                      drastis menjadi gembira atas keadaan tersebut ["INILAH YANG
                      SELAMA INI KUDAMBA, KESELEO!!"], apalagi setiap kali kaki terasa
                      nyeri saat harus naik tangga atau tidak sengaja diinjak anak saya
                      yang masih berusia 17 bulan.

                      Namun, saya menyadari bahwa sangat mungkin menggeser
                      perasaan saya terhadap keseleo ini sedikit lebih jauh lagi, lebih dari

                      sekadar ikhlas, bahwa mungkin saya merasa mulai menyukainya
                      (walaupun tidak sampai tahap sadomasochist tentunya). Minimal,
                      saya bisa mulai mentertawakan situasi ini, dan juga mentertawakan
                      saya sendiri.


                      Coba renungkan kondisi hidupmu sekarang ini. Sebagian pembaca
                      sedang merasa bahagia dengan kondisinya sekarang, good for you.
                      Namun, sebagian pembaca lagi mungkin berharap kondisi hidupnya
                      berbeda dari yang sekarang. Bagi kamu yang masuk dalam kelompok
                      ini, bisakah sedikit saja merenungkan, '‘Mungkinkah gue mencintai
                      kondisi gue saat ini?" Jangan terlalu cepat dijawab /"Penderitaan gue

                      saat ini terlalu berat!! Tidak mungkin gue bisa mengharapkan
                      terjadi!!"). Berikan waktu sedikit saja untuk dipikirkan. Tidak ada yang
                      bisa menghentikanmu untuk memutuskan mencintai hidupmu. Saat
                      ini. Hari ini. Detik ini.



                      Masa Lalu Sudah Mati


                      Jika Filosofi Teras memiliki perspektif yang cukup tegas terhadap
                      masa kini [present), bisa terbayang kan bagaimana para filsuf Stoa
                      menyikapi masa lalu? Benar, masa lalu sudah benar-benar masuk
                      kategori "di luar kendali”—tidak ada celah sama sekali untuk keluar
                      dari situ. Masa lalu sudah mati semati- matinya. Kecuali kamu

                      menemukan mesin waktu, sayBHAYto the past. Maka, menyesali
                      masa lalu [regret), terus-menerus memikirkan, "Seandainya saja gue
                      waktu itu begini....atau begitu...." adalah hal irasional, tidak masuk
                      akal, dan tidak didukung oleh Filosofi Teras.

                      Sebagian mungkin memakai alasan, "Bukankah kita harus belajar

                      dari kesalahan masa lalu?" Setuju banget. Akan tetapi, kita harusnya
                      bisa menarik garis antara belajar dari kesalahan masa lalu dan
                      terobsesi terus dengan masa lalu (gagal move on). Jujur saja, banyak
                      dari kita (termasuk saya) yang masih kadang- kadang menyesali
                      masa lalu. Menyesali tindakan/perkataan kita, atau orang lain ["Coba
   176   177   178   179   180   181   182   183   184   185   186