Page 272 - pdfcoffee.com_407689652-filosofi-teras-pdfdocx-pdf-free
P. 272

kegagalan/musibah (kembali ke dikotomi kendali), memperlebar
                           masalah ke aspek hidup lain ["Karena saya gagal mendapat nilai

                           10 di matematika artinya saya anak yang bodoh di semua hal."],
                           dan menganggap rasa kecewa akan berlangsung selamanya.
                      Stoisisme adalah filosofi yang sangat pragmatis dengan orientasi
                      manajemen emosi melalui kendali nalar, persepsi, dan pertimbangan.

                      Karenanya, ia bukan filosofi untuk orang dewasa yang pemikir saja.
                      Menurut saya, prinsip-prinsipnya sangat relevan untuk ditanamkan
                      sejak usia dini, tentunya sekali lagi

                      dengan memperhatikan tahap perkembangan daya tangkap si anak.
                      Misalnya, “dikotomi kendali" tidak perlu disebutkan kepada anak
                      berusia enam tahun tentunya, tetapi esensinya bisa disampaikan
                      dengan proses dialog dan tanya-jawab. Ketika anak semakin dewasa,

                      konsep-konsep Filosofi Teras bisa disampaikan dengan lebih
                      gamblang.



                      Tidak Merasa Anak Berhutang kepada Kita?


                      Pernahkah kita mendengar ujaran seperti ini,

                            "Kamu tidak tahu pengorbanan Ibu mengandungmu selama 9
                            bulan! Jangan durhaka kamu!"

                            "Bapak Ibu sudah berkorban begitu banyak untuk
                            membesarkanmu..."


                            "Dulu kami harus begadang mengurusmu saat sakit, sekarang
                            kamu kurang ajar seperti ini?"

                      Pernah mendengar kata-kata seperti di atas? Atau, mungkin pembaca
                      pernah mengucapkannya sendiri kepada anak? Rasanya konsep

                      "anak harus berbakti kepada orang tua karena pengorbanan orang
                      tua” sangat familier bagi kita. Segala jerih payah, pengorbanan,
                      bahkan penderitaan kita menjadi orang tua diperlakukan sebagai
                      "investasi", dan ketika anak kita tidak berlaku "semestinya” (baca:
                      sesuai yang kita kehendaki), kita pun mengungkit-ungkit segala yang
                      sudah kita lakukan sebagai orang tua, dan seperti "menagih” anak
                      untuk memberikan imbal balik atas "investasi” itu.


                      Bagaimana posisi Filosofi Teras menyangkut segala jerih payah yang
                      dilakukan orang tua untuk anak? Ada baiknya kita mendengarkan
                      kisah Epictetus yang termuat di Discourses:
   267   268   269   270   271   272   273   274   275   276   277