Page 34 - Sancaya Digital Meret 2017 - Susun.cdr
P. 34
33 Buletin Sancaya Digital
7. Interaktif, Bukan Hanya Komunikasi Searah: Mereka cenderung
menolak komunikasi searah dalam bentuk apapun, offline
maupun online. Mereka senang bila bisa mengkustomisasi sebuah
konten sesuai dengan selera mereka.
8. Berkolaborasi, Tak Hanya Berkompetisi: Dunia digital
mendorong orang untuk berbagi dan berkolaborasi. Sebuah karya
bisa dicipta ulang oleh banyak orang sesuai kreativitas masing-
masing. Begitu pula karakter generasi digital native yang suka
berkontribusi sesuai kemampuan dalam sebuah aktivitas
bersama. Mereka menginginkan dan mengharapkan kolaborasi
dan hubungan. Di mana-mana, Generasi Digital secara konstan
berkolaborasi melalui media sosial, video game dengan banyak
pengguna, berbagi file, ber-SMS, dan banyak lagi. Mereka mencari
pengaruh, saran, dan pengalaman orang lain, hampir dari menit
ke menit. Untuk mengakomodir kecenderungan anak Generasi
Digital dalam bermedia-sosial online, Bukik (2012) menawarkan
pemikiran kreatifnya tentang “Twitter untuk Pendidikan:
Melejitkan Kreativitas”. Disebutkan, bahwa men-tweet tidak
sekedar menghafalkan pelajaran tetapi justru merupakan sebuah
tantangan untuk menciptakan pelajaran. Proses men-tweet itu
sendiri merupakan upaya menciptakan bangunan pemahaman.
Otak tidak pasif, justru aktif melakukan penemuan dan
penciptaan. Otak yang aktif ini merupakan tanda dari senyatanya
pembelajaran. Sementara itu, Akhmad Sudrajat (2009),
menggagas tentang Konseling FaceBook di Sekolah, yang intinya
tentang upaya memanfaatkan kehadiran FaceBook untuk
mendukung efektivitas pelayanan Bimbingan dan Konseling di
sekolah
Di samping perkembangan teknologi informasi di dunia maya, perlu
kiranya dirancang pendidikan khusus bagi para pelajar (termasuk
mahasiswa) dari Generasi Digital sejak dini. Orang tua dan Pengajar (guru
dan dosen), harus bekerjasama membimbing mereka guna
memanfaatkan media internet secara sehat. Ketika mereka dibimbing dan

