Page 243 - BMP Pendidikan Agama Kristen
P. 243
229
keadilan (Gerechtigkeit), kemanfaatan (Zweckmaeszigkeit) dan
kepastian hukum (Rechtssicherkeit). Nilai-nilai tersebut tidak selalu serasi
(harmonis) tetapi berhadapan, bahkan bertentangan satu sama lain
sehingga timbul ketegangan (Spannungsverhaeltnis). Keadilan dapat
mengabaikan kemanfaatan dan kepastian hukum, dan kemanfaatan suatu
ketika bisa mengatasi keadilan dan kepastian hukum, demikian seterusnya.
Tidak jarang terdengar komentar bahwa suatu putusan pengadilan tidak
adil karena hakim menjatuhkan sanksi pidana 6 bulan penjara atas suatu
perkara pencurian padahal pelakunya terpaksa melakukannya untuk
membeli susu bagi bayinya. Di sisi lain ada koruptor yang dipidana terlalu
ringan dengan alasan derajat kesalahannya tidak terlalu besar. Begitu pula
seorang artis yang kedapatan memakai narkoba yang tidak dipidana dengan
alasan ia sedang menjalani rehabilitasi, tetapi jika rakyat biasa dipidana
berat. Dalam hukum modern yang dituliskan atau dipositifkan, semakin
penting membahas cita hukum dengan seluruh konsep tentang nilai-nilai
dasar yang menyertainya.
Pengertian kepastian hukum sering dipengaruhi keempat nilai ini: (1)
hukum itu positif, sebab ia adalah perundang-undangan; (2) hukum
didasarkan pada fakta, bukan rumusan hakim mengenai kemauan baik,
kesopanan, dan lain-lain; (3) fakta tersebut dirumuskan dengan jelas agar
menghindari kekeliruan dan mudah dijalankan; dan (4) hukum positif tidak
5
boleh sering diubah-ubah.
Lon Fuller mengemukakan delapan asas yang harus dipenuhi hukum
dan jika tidak tercapai, maka hukum itu tidak dapat disebut sebagai hukum.
Kedelapan asas itu ialah: (1) sistem hukum terdiri dari peraturan-peraturan,
tidak bersifat sementara (ad hoc), (2) peraturan diumumkan kepada rakyat,
(3) tidak berlaku surut, (4) rumusannya mudah dipahami, (5) peraturan
yang satu dengan yang lain tidak boleh bertentangan, (6) tidak boleh
meminta melebihi yang dapat dilakukan, (7) tidak boleh sering diganti, (8)
6
peraturan harus sesuai dengan pelaksanaan. Namun hal itu tidak begitu
saja berlaku di Indonesia, sebab diakui adanya hukum yang hidup dalam
masyarakat sebagaimana dijamin oleh Pasal 18B ayat (2) UUD Negara RI
5 Satjipto Rahardjo. Hukum dalam Jagat Ketertiban. (Jakarta: UKI Press, 2006), 136.
6 Satjipto Rahardjo. Hukum dalam Jagat Ketertiban, 137.

