Page 38 - BMP Pendidikan Agama Kristen
P. 38
24
sementara Allah hanya melihat secara pasif. Kerajaan Allah bersifat
performatif: Kerajaan Allah merupakan performa Allah yang di dalamnya
kita berpartisipasi secara aktif. Hal tersebut banyak dicontohkan Yesus
dalam perumpamaan seperti Markus 4:26-29, tampak seperti tafsiran Yesaya
28:23-29 yaitu, Kerajaan Allah seperti seorang yang menabur benih,
bertumbuh selagi orang tersebut tidur, kemudian bumi menghasilkan
tuaiannya dan orang itu mengalami penuaian. Perumpamaan itu dilukiskan
sebagai praksis Kerajaan: yang merupakan gaya hidup yang baru, berupa
pelayanan, kedudukan sebagai hamba, dan kerendahan hati: menerima kuk
Kerajaan dengan sikap seperti anak-anak; dan membuang sikap
mengandalkan sistem duniawi. Di dalam Kerajaan itu manusia
disembuhkan dari kebutaan dan mengikuti jalan Yesus dengan persepsi
iman, mencari keadilan, serta membuang nilai-nilai yang salah seperti
kekayaan, pencarian status, dan kekuasaan. Disitulah aspek kasih
46
merupakan fokus ketaatan dalam perintah Kerajaan.
Lalu apa hubungan Kerajaan Allah dengan gereja? George Eldon Ladd
menjelaskan secara jelas dalam tradisi reformasi bahwa di dalam idiom
Alkitab, Kerajaan itu tidak diidentifikasikan dengan subyeknya. Artinya,
mereka merupakan umat pemerintahan Allah yang masuk dan hidup di
dalamnya, dan diperintah oleh-Nya. Gereja adalah masyarakat Kerajaan itu,
namun bukan Kerajaan Allah. Murid-murid Yesus adalah asset Kerajaan itu
sebagaimana Kerajaan itu adalah milik mereka namun mereka bukan
Kerajaan itu. Kerajaan merupakan pemerintahan Allah, sedangkan gereja
adalah masyarakat manusia. Selanjutnya Ladd menjelaskan bahwa Kerajaan
Allah yang hadir melalui Yesus Kristus memiliki implikasi, yaitu bahwa
Kerajaan itu menciptakan gereja.
G. PAK Dalam Bingkai Pendidikan Nasional
Pengertian pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional adalah “usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
46 Glen H. Stassen & David P. Gushee, Ibid., 6.

