Page 145 - pdfcoffee.com_407689652-filosofi-teras-pdfdocx-pdf-free
P. 145

(semua drama kita ini sudah pernah terjadi di masa lampau di seluruh
                     dunia, dan akan terjadi lagi di masa depan), dan juga dalam

                     perspektif seberapa pentingnya apa yang kita alami dibandingkan
                     keseluruhan umat manusia dan hidup, maka jika kita rasional, kita
                     tidak perlu lebay di semua situasi.



                     Kultus Individu


                     Reaksi lebay juga bisa timbul terhadap individu. Misalnya, kita nge-
                     fans sekali pada selebriti, tokoh idola, termasuk pemimpin (bisa
                     politik, agama, atau bidang lainnya). Kultus individu (rasa hormat
                     berlebihan) timbul ketika kita mulai mendewakan seseorang,
                     sehingga yang terlihat oleh kita darinya hanyalah yang baik-baik saja.

                     Dia tampil bagaikan sosok yang sempurna.

                     Kemudian, ketika belakangan orang tersebut melakukan kesalahan,
                     atau tidak menunjukkan moralitas yang sesuai dengan ekspektasi
                     kita, maka ada dua reaksi, yaitu penyangkalan /denial)—kita
                     menuduh itu semua pasti tidak benar—atau patah hati menghadapi
                     kenyataan. Di kedua respons tersebut, sebenarnya kita sudah lebay

                     juga. Media sosial saat ini juga sangat memperbesar efek kultus
                     individu, karena kita bisa "mengikuti" sepak terjang orang yang kita
                     idolakan hampir 24 jam, tujuh hari seminggu.

                     Bagaimana Stoisisme melihat fenomena kultus individu ini? Dengan
                     kerangka dikotomi kendali, seharusnya jawabannya sudah jelas. Kita

                     tidak seharusnya menggantungkan kebahagiaan pada kekayaan dan
                     popularitas kita sendiri, apalagi pada reputasi orang lain. Pilihan-
                     pilihan orang lain tidak berada di bawah kendali kita, karenanya kita
                     harus selalu siap menghadapi ketika orang yang kita idolakan
                     ternyata mengecewakan kita. Tidak perlu lebay, gusar, menangis
                     guling- guling, jika kita selalu mampu mengingat bahwa kehidupan
                     tokoh idola ada di luar kendali kita.




                     The Inner Citadel (Benteng di Dalam Diri)

                     Di bab ini kita telah diingatkan oleh para filsuf Stoa bahwa perasaan

                     kita tidak harus menjadi penumpang pasif yang dibawa dan
                     ditentukan oleh kehidupan. Kita juga diingatkan bahwa semua rasa
                     susah, khawatir, cemas karena peristiwa eksternal sebenarnya tidak
                     datang dari peristiwa hidup itu sendiri, tetapi dari persepsi, anggapan,
                     opini kita sendiri, dan ini sepenuhnya di bawah kendali kita. Ini adalah
   140   141   142   143   144   145   146   147   148   149   150