Page 216 - pdfcoffee.com_407689652-filosofi-teras-pdfdocx-pdf-free
P. 216

dengan orang lain saya sering kali membuka kalimat seperti berikut,

                              "Kalau boleh jujur....."


                              "Sejujur-jujurnya nih...."

                              "Gue boleh jujur gak?...."

                  Marcus Aurelius berkata bahwa hal ini 'menjijikkan*. Kalau dia hidup di
                  masa kini, mungkin dia akan berkata, "Maksud looh? Jadi, kemarin-

                  kemarin lo selalu berdusta kalau ngomong?!" Jika kita semua terbiasa
                  berkata jujur senantiasa, maka tidak perlu ada saat-saat di mana kita
                  membuka kalimat kita dengan pembukaan “Kalau boleh jujur..." Ini sama
                  saja dengan mengakui selama ini kita sering berbohong. Skakmat dari Bos
                  Marcus.

                     Menarik untuk mengerti alasan mengapa berbohong dilarang dalam
                     Filosofi Teras. Umumnya berbohong dilarang oleh agama karena

                     dikategorikan sebagai dosa. Kita terbiasa menakut-nakuti anak kecil,
                     "Jangan bohong kamu! Dosa! Nanti kamu masuk neraka dan di situ
                     tidak ada wi-fi gratis!!” Stoisisme mempunyai argumen mengapa
                     berbohong itu keliru, bukan sekadar label dosa atau tidak. Kembali ke
                     prinsip hidup selaras dengan Alam [to live in accordance with Nature).

                     Prinsip fundamental ini juga yang mendasari argumen agar tidak
                     berbohong. Argumennya adalah sebagai berikut.

                     Segala hal yang benar [truth] otomatis adalah bagian dari Alam
                     [Nature], dan sebaliknya kebohongan adalah sesuatu yang tidak
                     benar/tidak ada, dan artinya bukan bagian dari Alam.
                     Maka jika hidup harus selaras dengan Alam, konsekuensinya tidak ada
                     ruang untuk berbohong. Karena dalam Filosofi Teras kebahagiaan sejati

                     hanya bisa datang dari keselarasan dengan Alam, maka berbohong
                     akan menghalangi meraih kebahagiaan itu. Dengan kata lain, si
                     pembohong sudah membuat dirinya sendiri menderita dengan
                     bohongnya, karena dia sudah menyimpang dari Alam.

                     Jadi, inilah insentif yang diberikan para filsuf Stoa agar kita mau hidup
                     dalam kejujuran dan menghindari dusta. Bukan dengan ancaman

                     neraka di akhirat, tetapi dengan argumen logis bahwa yang merugi
                     adalah kita sendiri. Dengan meninggalkan keselarasan dengan Alam,
                     kita mempersulit diri sendiri memperoleh kebahagiaan, damai, dan
                     tenteram. Belum lagi risiko ketahuan yang bisa mengancam hubungan
                     antar manusia kita (atau, lebih buruk lagi, sampai berujung hukuman
                     pidana!)
   211   212   213   214   215   216   217   218   219   220   221