Page 128 - BMP Pendidikan Agama Kristen
P. 128
114
dan ciri khasnya. Dalam hal waktu beribadah, kekristenan tidak lagi
mengikuti hari/waktu peribadatan agama Yahudi yaitu pada setiap hari
31
Sabat atau hari ketujuh, yang jatuh pada hari Sabtu. Kekristenan memilih
untuk beribadah pada setiap hari pertama di dalam sepekan, karena Yesus
Kristus bangkit pada hari pertama pada pekan/minggu tersebut. Hari
pertama ini kemudian disebut sebagai hari Minggu, yang berasal dari bahasa
bahasa Portugis, Domingo, yang diserap ke dalam bahasa Melayu menjadi
32
Minggu. Kata “domingo”, berasal dari bahasa Latin dies Dominicus, yang
berarti "dia do Senhor", atau hari Tuhan kita. Selanjutnya, penganut agama
Kristen juga tidak lagi beribadah di tempat yang sama dengan tempat
ibadah agama Yahudi. Mereka berkumpul di rumah-rumah atau lokasi-
lokasi tersembunyi, karena para pengikut Yesus masih kejar-kejar oleh
penguasa Kerajaan Romawi untuk dibunuh. Barulah pada sekitar tahun 313
M, ketika Kaisar Konstantinus Agung (272-337 M) mengeluarkan Edik
33
Milano, maka penduduk yang menganut agama Kristen mendapat
kebebasan untuk beribadah, sehingga mereka tidak lagi bersembahyang di
lokasi-lokasi tersembunyi. Agama Kristen kemudian ditetapkan menjadi
agama resmi kerajaan pada tahun 380 M, di masa pemerintahan Kaisar
34
Theodosius Agung (347-395 M).
Berdasarkan penjelasan di atas, maka tidak ada nama khusus di dalam
Alkitab yang diberikan untuk tempat ibadah bagi para pengikut Yesus.
Bandingkan istilah Bait Allah atau sinagoge yang dikhususkan bagi lokasi
ibadah pemeluk agama Yahudi. Kata yang populer digunakan di Alkitab
(Perjanjian Baru) adalah jemaat, yang berasal dari bahasa Arab ٌةَعاَمَج (baca:
31 Kata “Sabtu” itu berasal dari bahasa Arab ٌ م ْ وَي (baca: Sabti), yang artinya tujuh. Bandingkan
dengan bahasa Ibrani yang serumpun dengan bahasa Arab, yang menyebut hari ketujuh itu
hari Sabat (ת ָּבַׁש). Lihat Keluaran 16:26.
32 Dalam kalender tertentu, kata hari Minggu dari bahasa Portugis tersebut diganti dengan
hari Ahad dari bahasa Arab ٌ م ْ وَي (baca: Ahadi), yang berarti “pertama”.
33 Edik Milano adalah keputusan yang dikeluarkan oleh Kaisar Konstantinus Agung di kota
Milan, Italia. Isinya: memberikan kebebasan kepada penduduk di kerajaan Romawi untuk
beragama dan beribadah. Keputusan ini juga menjelaskan bahwa Kaisar akan mengganti
kerugian yang diakibatkan oleh pemerintah Romawi kepada orang-orang Kristen.
34 Theodosius mengeluarkan Edik Tesalonika pada tahun 380 Masehi. Edik ini berisi
ketetapan bahwa agama Kristen menjadi agama negara di Kerajaan Romawi dan perintah
agar semua penduduk harus mengakukan iman kepada uskup Roma dan Aleksandria. Edik
ini menegaskan kembali ekspresi tunggal Iman Apostolik yang sah di dalam Kekaisaran
Romawi, yaitu “katolik” (universal) dan “ortodoks” (benar dalam pengajarannya).

