Page 128 - pdfcoffee.com_407689652-filosofi-teras-pdfdocx-pdf-free
P. 128

mengubah peristiwa eksternalyang terjadi).

                Inilah yang dimaksudkan oleh Stoisisme bahwa kebahagiaan sejati datang dari hal-
                hal yang bisa dikendalikan, yaitu pikiran, persepsi, dan pertimbangan kita sendiri.

                Kebahagiaan tidak perlu bergantung pada hal-hal eksternal.

                Bagi saya, ajaran ini membebaskan karena sifatnya memberdayakan
                /empowering) kita. Filosofi Teras berkeyakinan bahwa kita bukanlah sekoci kecil
                tak berdayung dan tak berlayar yang pasrah digoyang ke sana sini saat diterjang
                badai "peristiwa hidup" lebuset, puitis amat yak]. Kita tidak harus menjadi makhluk
                yang selalu reaktif terhadap hal-hal yang terjadi di dalam hidup kita. Kita bukanlah

                makhluk pasif yang dibawa senang, sedih, dan marah oleh hal-hal eksternal.
                Sebaliknya, perasaan kita datang dari pendapat dan persepsi yang sepenuhnya di
                bawah kendali kita. Kita bisa aktif menentukan respon kita terhadap peristiwa-
                peristiwa di dalam hidup kita.

                Insight dari Filosofi Teras ini juga menghancurkan apa yang saya percayai sejak
                kecil mengenai emosi vs rasional. Dulu, saya selalu memisahkan "emosi" dari
                "nalar/rasio” sebagai dua kekuatan berbeda yang saling bertarung. Namanya

                pertarungan, selalu ada yang ‘kalah’ dan ‘menang’. Seolah-olah jika nalar menang
                dari emosi, maka kita menjadi manusia yang tenang dan terkendali. Sebaliknya,
                saat gantian emosi menang dari nalar, maka kita melakukan hal-hal yang
                destruktif.

                          Ajaran Filosofi Teras menantang konsep tersebut dengan menjelaskan
                         bahwa pada dasarnya semua emosi dipicu oleh penilaian, opini, persepsi

                         kita. Keduanya saling terkait, dan jika ada emosi negatif, sumbernya ya
                         nalar/rasio kita sendiri.

                          Konsep ini cukup revolusioner bagi saya, karena setiap kita merasakan
                         emosi negatif (seperti kisah saya di awal bab ini yang merasa berat
                         menghadiri sebuah meeting] kita bisa menelusuri apa pikiran, opini,
                         persepsi penyebabnya. Dan pikiran, opini, persepsi ini bisa di- 'debat”,

                         ditantang, diubah. Emosi (negatif) bukan lagi sesuatu yang harus
                         “diperangi”, tetapi bisa “diselidiki dan dikendalikan” dari sumbernya.
                         Karenanya ada ungkapan, emosi (negatif) adalah nalaryang tersesat.

                          Mari kita kembali ke contoh sebelumnya dan melihat bagaimana
                         interpretasi kita terhadap sebuah peristiwa bisa dikendalikan. Anggap saja
                         seperti menulis ulang drama hidup kita [rewrite the narrative!. Pacar salah
                         sebut nama mantan? Ada alternatif interpretasi, misalnya:


                          •    "Semua manusia wajar salah sebut, apalagi dia lama pacaran
                               sama mantannya."
   123   124   125   126   127   128   129   130   131   132   133