Page 201 - pdfcoffee.com_407689652-filosofi-teras-pdfdocx-pdf-free
P. 201

melajang, tetapi orang lain merasa kamu tidak bahagia, maka, fakta bahwa
                   kamu sebenarnya bahagia tidak berubah dan berkurang nilainya karena

                   persepsi keliru itu. Bahkan, orang lain tersebutlah yang sebenarnya
                   dirugikan, karena gagal melihat kebenaran (truth) bahwa kamu sebenarnya
                   merasa bahagia. Kemudian, seperti dikatakan Epictetus, kamu cukup
                   berpikir, “Ya itu kan menurut dia...” dengan senyum manis.

                   Menyadari bahwa orang lain bertindak menurut apa yang baik sesuai

                   perspektifnya bisa membantu kita lebih tidak reaktif terhadap ujaran dan
                   tindakan orang lain. Karena, seberapa pun menyehatkannya perilaku atau
                   perkataan orang lain, belajar memahami intent (niat) dan perspektif
                   mereka bisa membantu kita memberi respon yang lebih baik. Ini bisa
                   diterapkan di banyak situasi, tidak hanya soal pertanyaan "kapan kawin?",
                   tapi juga di kampus, dengan dosen atau teman-teman sekelas; di kantor,
                   dengan para kolega; di tempat umum seperti di mal, dengan orang-orang
                   tak dikenal. Atau, bahkan dalam interaksi di media sosial. Media sosial

                   memang memudahkan orang untuk mengomentari orang lain dan kita
                   mungkin sering jengkel dengan komentar-komentar sotoy (sok tahu) yang
                   kita terima. Para filsuf Stoa sudah mengingatkan bahwa manusia memang
                   harus sotoy, karena keterbatasan pengetahuan dan sudut pandang
                   mereka. Kita pun tidak luput dari ke-sotoy-an saat kita menilai hidup orang

                   lain. Jadi, kenapa harus (cepat) gusar di media sosial?



                   Mengasihani Mereka yang Jahat kepada Kita

                   Apa? Ada orang yang jahat malah dikasihani? Bukannya harusnya dibalas
                   yang setimpal? Stoisisme memiliki perspektif yang menarik mengenai

                   orang "jahat" yang dipengaruhi Socrates. Filosofi Teras memang sangat
                   pemaaf terhadap kesalahan orang, dan ini masih berhubungan dengan di
                   atas. Stoisisme percaya bahwa banyak orang yang berbuat jahat tidak
                   karena


                   "berniat jahat”. Sebelumnya telah kita lihat bahwa setiap orang bertindak

                   menurut sudut pandangnya, yang bisa sangat terbatas atau keliru. Menurut
                   filsuf Stoa, orang berbuat jahat akibat ketidaktahuannya (ignorant) dan dia
                   tidak tahu bahwa dia tidak tahu. Atau, dia sesaat kehilangan nalar/akal
                   sehat (khilafi untuk mengetahui mana yang baik dan jahat. Jika dia
                   memiliki kebijaksanaan dan nalarnya sedang berfungsi baik, dia pasti akan
                   memilih yang baik.


                   Menyangkut orang "jahat", Epictetus berkata, "Mengapa kamu justru tidak
                   mengasihaninya? Sama seperti kita merasa iba kepada mereka yang buta









          FILOSOFI TERAS                             170
   196   197   198   199   200   201   202   203   204   205   206