Page 198 - pdfcoffee.com_407689652-filosofi-teras-pdfdocx-pdf-free
P. 198

akan menerima reaksi yang ramah dan santun. Ketika mereka sudah
                   bersiap-siap menghadapi serangan judes balik, betapa kagetnya mereka

                   ketika malah diperlakukan dengan baik /Lah....kok gue judes sama dia,
                   tapi doi malah baik. Terus aku kudu piye...J Lagi, bayangkan seorang
                   kaisar mengingatkan dirinya sendiri untuk tidak membalas perilaku buruk
                   dengan perilaku buruk juga—sebuah halyang jarang ditemui di jajaran
                   penguasa, rasanya.




                   Mungkin Tidak Ada Motivasi Jahat...

                   Sedari tadi kita membahas situasi-situasi di mana ada pihak-pihak yang
                   sengaja hendak menyakiti, menghina, atau menyinggung kita. Akan tetapi,
                   para filsuf Stoa juga menyadari ada kemungkinan lain, yang bahkan lebih

                   sering terjadi, yaitu banyak orang sebenarnya menyakiti kita ”tanpa
                   sengaja”.

                         “Ketika ada yang menyakitimu, atau berkata buruk tentangmu,
                         ingatlah bahwa dia bertindak dan berbicara karena mengira itu
                         memang tugasnya. Ingatlah bahwa tidak mungkin dia mengerti sudut
                         pandang kita, tetapi hanya sudut pandang dia sendiri. Karenanya, jika

                         dia melakukan kesalahan dalam menilai, sebenarnya dialah yang
                         dirugikan, karena dia telah tertipu [deceived]. Jika seseorang
                         menganggap kebenaran sebagai sebuah kekeliruan, kebenaran itu
                         sendiri tidak rugi, tetapi justru dia yang tertipu yang rugi. Dengan
                         prinsip ini, kamu bisa dengan rendah hati menanggung orang yang
                         menghina kamu, dengan cukup berkata, ‘Itu kan menurut dia.'” -
                         Epictetus [Discourses]


                   Epictetus mengingatkan adanya kemungkinan lain saat kita merasa
                   tersinggung oleh perkataan dan tindakan orang lain, yaitu bahwa orang
                   tersebut tidak bermaksud menyakiti kita, tetapi justru dia melakukannya
                   untuk “kebaikan” menurut sudut pandang dia. Bahkan, Epictetus
                   mengatakan orang tersebut merasakan sudah "tugasnya” untuk
                   melakukan/mengatakan hal tersebut.


                   Mari kita coba gunakan contoh situasi yang paling umum di kalangan
                   milenial Indonesia, yaitu pertanyaan paling dibenci, "Kapan kawin?”, yang
                   kerap ditanyakan di acara-acara keluarga. Jika kita emosi, kita pasti sudah
                   jengkel duluan di dalam hati. Dasar kurang ajar, tidak tahu etiket, tidak
                   tahu privacy orang, tidak tahu sopan santun, dan lain-lain. Akan tetapi,
                   kalau kita mengikuti jalan pikiran Epictetus, maka si penanya "kapan nikah”
                   mungkin sebenarnya merasa dia melakukan tugasnya, dari sudut pandang








                                                            167                       HENRY MANAMPIRING
   193   194   195   196   197   198   199   200   201   202   203