Page 32 - Al-Bayan EDISI 24
P. 32

CERPEN
       A                                        ATAP

            Angin mengalun kencang, cuaca
         langit tak terlalu terang rupanya. Ahmad
         berlari menyusuri tangga menuju atap
                                                Karya: Fajar N. (Redaktur Tahun 2020-2021)
         bangunan tempat kami tinggal, Aku
         mengikutinya dari belakang.
            “Jaki cepetan, keburu anginnya ilang.”
         Ahmad tak sabar ingin meninggikan
         layangan hijau miliknya. Aku berdiri
         mengambil     aba-aba   melemparkan
         layangan ke langit lepas,  bersamaan
         dengan teriakan Ahmad.
            “Satu,   dua,   tigaa!”  Layangan
         mengudara cepat bertabrak angin di
         atas. Dengan lihai Ahmad memainkan
         benang, Aku menatap layangan yang
         mulai bergerak kesana kemari, duduk
         di pinggiran atap sambil telapak kaki
         berayun-ayun.
            Untuk  beberapa  waktu, yang lain
         datang, Siti berjalan paling depan,
         Anggun tak mau kalah membelakangi
         Siti, ia diam. Bakhal datang kelelahan,
         badannya terlalu besar untuk melangkah
         di anak tangga yang sempit tadi,  Turah
         menunggu  dibelakangnya  tak  mau
         mengganggu Bakhal.
            “Kalian ke atas  gak bilang-bilang”,
         Bakhal yang pertama kali berbicara,
         napasnya masih tersengal-sengal, protes
         padaku dan Ahmad.
             “Tau si Ahmad, malah main layangan.”
         Anggun ikut menyahut ucapan Bakhal,
         yang ditegur masih memainkan benang.
             Udara yang terbilang sejuk benar-
         benar mendiamkan kami semua, cuaca
         tak terlalu terik. Rambut kami terhempas
         kesana kemari mengikuti irama angin,
         dilihat  Ahmad   sedang   menyerang
         layangan    lain,  Ia   menarik-narik
         benangnya. “Adem bangettt... ”
            Semua menatap Siti, “Iyaa... Ga panas
         juga.”  Anggun  ikut bersuara.  Kulit  kami
         terasa sejuk saat angin lembut melalui
         kami. Semua terdiam, sibuk dengan
         pikirannya sendiri.
             “Hahahaha,  rasain  tuh!  Benang  tipis
         aja banyak gaya,” celoteh Ahmad, tak
         sadar jika dirinya jadi pusat perhatian.
         Turah terbangun dari tidurnya,  “Mad!
         Kejar sana layangannya, sekalian gak
         usah balik.” Sambil berusaha terpejam lagi
         Turah berucap.
            “Nggak ah, menang aja udah seneng,”   membaringkan tubuh di atas semen tanpa
         jawab   Ahmad    sambil  menggulung    keramik ini, menatap awan seakan paham
         benangnya, lalu ikut berbaring menatap   jika mereka sedang saling berbicara.
         awan. Sekian kalinya Kami hanya diam,      “Khal!” Siti menepuk badan besar orang

         32    MAJALAH AL-BAYAN
               EDISI 24
   27   28   29   30   31   32   33   34   35   36   37