Page 33 - Al-Bayan EDISI 24
P. 33
ATAP di sampingnya, “Ayahmu Siti, yang ditanya mengangguk. Bakhal
Turah meminta pembenaran ke
sudah
pulang
dari
Korea?” Bakhal tersenyum berputar-putar di permukaan. Badannya
Karya: Fajar N. (Redaktur Tahun 2020-2021) sendiri memikirkan yang besar membuat Turah yang
“Sudahlah,
badannya kecil harus menghindar. Bakhal
jawabannya,
baru kemarin aku dan sangat senang dengan cerita miliknya itu.
mamaku menjemputnya Aku kini menatap Siti yang sedang
di bandara.” Bakhal mengayun-ayunkan jemarinya, seakan
menceritakannya. sedang menari. Yang lain masih saling
*** bercerita, tak sadar kalau Siti sedang
Suara angin yang memulai cerita milik ia sendiri.
bertabrakan dengan ***
sayap pesawat tak “Bangun dih.”
terdengar sama sekali
disini. Aku membenarkan Aku mendorong kak Sira di dalam
duduk menatap jendela kamar tidurnya, padahal Ia yang paling
di sampingku langsung semangat tadi malam, bilang bahwa
kepada awan yang terlihat dirinya yang akan membangunkan
besar. Mama sedari aku. Tubuhnya bergerak, membuka
tadi hanya tidur saja, selimutnya, “Belajar sendiri aja deh, liat
matanya tertutup, Ayah di YouTube bisa kan?” Matanya tetap
di seberangku, Ia tengah terpejam.
memainkan ponselnya, Sendirian? Males banget, padahal
“Ayah.” Aku memanggilnya, dia yang mengajakku, bilang akan
Ia melihatku, “Bakhal mengajarkan Aku menari daerah yang
mau pipis,” kataku sambil tak pernah Aku lakukan sebelumnya. Tadi
menggenggam tangan malam Ia terlihat sangat gembira sebab
Mama, Ayah terjaga Ia Aku mau menjadi murid pertamanya,
mengangkatku melewati sekarang Dia yang malah molor.
Mama. Ia berjalan di Aku menuruni tangga menuju dapur,
depan sambil memegang Bunda dan Ayah belum pulang juga dari
tanganku, gerakannya rumah temannya di luar kota. Sudah
cepat membawaku ke biasa sebenarnya jika di rumah ini berisi
toilet, menungguku Aku dan kakakku, berkali-kali mereka
selesai hingga akhir. meninggalkan kita.
Pesawat yang kami Ada dua piring di atas meja makan,
naiki sudah sampai di tetapi yang satunya sudah tandas
bandara, dari sana kami hanya bersisa sendok dan garpu. Nasi
menaiki kendaraan
menuju apartemen.
Ayah mengangkatku
ke pundaknya, Aku Ayah mengangkatku
hanya tertawa melihat ke pundaknya, Aku
pemandangan kota Seoul.
Namanya Ayah, Mereka hanya tertawa melihat
selalu punya keistimewaan
di setiap mata sang anak. pemandangan kota
Waktu miliknya terbilang Seoul. Namanya Ayah,
mahal.
*** Mereka selalu punya
Katanya Kakakmu juga keistimewaan di setiap
ke Korea? Buat belajar?” mata sang anak. Waktu
Bakhal balik bertanya,
“Kuliah”, Ahmad miliknya terbilang
membenarkan pertanyaan Bakhal. mahal.
“Bukan Korea, ke Jerman”, Yang
menjawab Turah, “iya kan?”
MAJALAH AL-BAYAN
EDISI 24 33

