Page 18 - SKI 9 Semester Ganjil
P. 18
Kearifan Lokal di Sunda
Lanjutan Kearifan Lokal di Sunda
Upacara Tingkeban
Sunatan/Khitanan
Upacara ini diselenggarakan pada saat seorang
Kegiatan ini dilakukan dengan maksud agar alat
ibu hamil dan usia kandungannya mencapai 7
vital anak bersih dari najis. Anak yang telah
bulan. Hal itu dilaksanakan agar bayi yang di
menjalani upacara sunatan dianggap telah
dalam kandungan serta ibu yang melahirkan
melaksanakan salah satu syarat utama sebagai
selamat. Tingkeban berasal dari kata tingkeb yang
seorang muslim. Upacara sunatan anak
artinya tutup. Maksudnya, si ibu yang sedang
perempuan diselenggarakan pada waktu masih
mengandung tujuh bulan tidak boleh bercampur
kecil (bayi) supaya tidak malu. Adapun bagi anak
dengan suaminya sampai empat puluh hari
laki-laki, upacara sunatan lazimnya
sesudah persalinan dan jangan bekerja terlalu
diselenggarakan jika sudah menginjak usia 6
berat. karena bayi yang dikandung sudah besar.
tahun. Dalam upacara sunatan, selain Paraji
Larangan ini dimaksudkan untuk menghindari
sunat, diundang juga para tetangga, handai tolan,
sesuatu yang tidak diinginkan.
serta kerabat.
Reuneuh Mundingeun
Cucurak
Upacara ini dilaksanakan apabila perempuan
Kearifan lokal ini biasanya dilakukan oleh kaum
mengandung lebih dari 9 bulan atau bahkan ada
ibu yang memasak makanan yang berbeda-beda.
yang sampai 12 bulan, tetapi belum melahirkan
Setelah itu, makanan dikumpulkan di masjid
juga. Perempuan yang hamil seperti itu disebut
terdekat untuk dibagikan dan dimakan bersama.
Reuneuh Mundingeun, yakni seperti munding atau
Namun demikian, cucurak tidak selalu dilakukan
kerbau yang bunting. Upacara ini diselenggarakan
dengan cara seperti itu. Orang-orang yang makan
agar perempuan yang hamil tua itu segera
bersama dengan niat menyambut datangnya bulan
melahirkan (jangan sampai seperti kerbau) serta
Ramadhan juga sudah dapat dikatakan sebagai
agar terhindar dari sesuatu yang membahayakan.
cucurak. Niat menyambut Ramadhan juga harus
Tembuni selalu diingat dalam cucurak, sebab jika hal itu
dilupakan, biasanya mereka akan makan
Tembuni atau placenta dipandang sebagai
sebanyak-banyaknya dan lupa dengan niat awal.
saudara bayi sehingga tidak boleh dibuang
Cucurak dilakukan untuk menjalin silaturahmi
sembarangan, yakni harus diadakan upacara
dan saling memaafkan antarmasyarakat. Selain
waktu menguburnya atau menghanyutkannya ke
itu, cucurak juga merupakan bentuk rasa syukur
sungai. Bersamaan dengan bayi dilahirkan,
terhadap rezeki yang telah diberikan Tuhan.
tembuni (placenta) yang keluar biasanya dirawat,
dibersihkan, dan dimasukkan ke pendil dicampuri Gusaran
bumbu-bumbu garam, asam, dan gula merah lalu
Budaya gusaran adalah meratakan gigi anak
ditutup memakai kain putih yang telah diberi
perempuan dengan alat khusus. Maksud upacara
udara melalui bambu kecil (elekan). Pendil
ini adalah agar gigi anak perempuan rata
diemban dengan kain panjang dan dipayungi,
sehingga tampak bertambah cantik. Upacara
biasanya oleh seorang Paraji untuk dikuburkan di
gusaran dilaksanakan apabila anak perempuan
halaman atau area di sekitar rumah. Ada juga
sudah berusia tujuh tahun. Jalannya upacara,
yang dihanyutkan ke sungai secara adat. Upacara
anak perempuan setelah dirias duduk di antara
penguburan tembuni disertai pembacaan doa
para undangan. Selanjutnya, dibacakan doa dan
selamat dan menyampaikan hadiah atau tawasul
shalawat kepada Nabi Muhammad Saw.
kepada Syaikh Abdul Qadir al-Jailani dan ahli
Kemudian, Indung Beurang melaksanakan gusaran
kubur. Di dekat kuburan tembuni itu dinyalakan
terhadap anak perempuan itu. Setelah selesai, si
cempor/pelita sampai tali pusat bayi lepas dari
perempuan dibawa ke tangga rumah untuk
perutnya. Upacara pemeliharaan tembuni
disawer (dinasihati melalui syair lagu). Usai
dimaksudkan agar bayi itu selamat dan kelak
disawer, acara dilanjutkan dengan makan-makan.
menjadi orang yang bahagia.
Biasanya, dalam upacara gusaran juga
dilaksanakan tindikan, yaitu melubangi daun
telinga untuk memasang anting-anting agar
kelihatan lebih cantik lagi.

