Page 79 - BMP Pendidikan Agama Kristen
P. 79
65
manusia yang menanggapi karya Kristus di atas kayu salib sebagai
undangan surga yang membawa keselamatan, Yohanes 3:16, ”Karena
begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan
Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya
59
tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.
Kematian Yesus Kristus di atas kayu salib menurut teologi Kristen
sarat akan makna. Di dalam PB disebutkan Yesus adalah pengganti anak
domba yang disembelih sebagai korban keselamatan seluruh umat
manusia pada hari Paskah (Ef. 5:2; Ibr. 7:27). Melalui pengorbanan-Nya
maka Ia mau menderita tetapi bukan sebab kesalahan-Nya sendiri tetapi
demi kutukan dan penghakiman yang sebenarnya untuk manusia yang
berdosa (1 Tes. 1:10; 1 Yoh. 4:10; Rm. 3:25).
Dari penjelasan di atas makna teologis dari kematian Yesus adalah
kematian-Nya bukan suatu kekalahan tetapi justru suatu kemenangan
(Kol. 2:13), sebagai penggenapan nubuatan dalam Perjanjian Lama.
Kematian-Nya menandakan kerelaan-Nya menanggung dosa umat
manusia (1 Kor. 15:3b), dan membawa penebusan bagi umat manusia yang
berdosa sebagai bukti ketaatan-Nya kepada misi Allah dalam menebus
manusia yang berdosa serta membawa pendamaian antara manusia
dengan Allah. Kematian-Nya adalah membawa keselamatan bagi setiap
orang yang percaya kepada-Nya serta kelepasan bagi belenggu dosa umat
manusia dan juga merupakan pemenuhan tuntutan (hukum Allah) bagi
manusia yang berdosa.
b. Kebangkitan-Nya
Jika kita ingin memahami Kristologi secara keseluruhan dapat
dikatakan bahwa kebangkitan Yesus dari kematian merupakan ”maha
karya Allah” dalam penyelamatan manusia yang Yesus lakukan.
Kebangkitan Kristus memperkuat arti Kristologi sehingga kebangkitannya
dapat memperjelas pemahaman akan keilahian-Nya. Bukti sejarah tercatat
dalam Alkitab bahwa Yesus bangkit (lih. Yoh. 20:9), signifikansinya adalah
Yesus dibangkitkan oleh Bapa-Nya (Allah) yang tercatat (lih. Rm. 4:24, 1
59 William W. Menzies & Stanley M. Horton, Doktrin Alkitab, Cetakan ke-1 (Jakarta:
Yayasan Penerbit Gandum Mas, 1998), 101.

