Page 9 - Edisi 142 Juli 2016 | Majalah Komunitas LAZIS Sabilillah Malang
P. 9
KH. Abdul Wahid Hasyim
Bagian 4 (Habis)
PADA tahun 1938 Wahid Hasyim banyak ditetapkan sebagai Ketua Umum.
mencurahkan waktunya untuk kegiatan- Disamping sebagai Ketua Umum PBNU,
kegiatan NU. Pada tahun ini Wahid Hasyim KH. A Wahid Hasyim menjabat Shumubucho
ditunjuk sebagai sekretaris pengurus Ranting (Kepala Jawatan Agama Pusat) yang meru-
Tebuireng, lalu menjadi anggota pengurus pakan kompensasi Jepang yang waktu itu
Cabang Jombang. Kemmudian untuk merasa kedudukannya makin terdesak dan
selanjutnya Wahid Hasyim dipilih sebagai merasa salah langkah menghadapi umat
anggota Pengurus Besar NU di wilayah Islam. Awalnya Shumubucho adalah meru-
Surabaya. Dari sini karirnya terus meningkat pakan kompensasi yang diberikan kepada
sampai Ma’arif NU pada tahun 1938. Setelah KH. Hasyim Asy’ari, mengingat usianya
NU berubah menjadi partai politik, ia pun yang sudah uzur dan ia harus mengasuh
dipilih sebagai ketua Biro Politik NU tahun pesanten sehingga tidak mungkin jika harus
1950. bolak-balik Jakarta-Jombang. Karena kondisi
Di kalangan pesantren, Nahdlatul Ulama ini, ia mengusulkan agar tugas sebagai
mencoba ikut memasuki trace baru bersama- Shumubucho diserahkan kepada KH. Abdul
sama organisasi sosial modern lainnya, sepeti Wahid Hasyim, puteranya.
Muhammadiyah, NU juga membentuk sebuah
federasi politik bernama Majelis Islam A’la Tokoh Muda BPUPKI
Indonesia (MIAI) lebih banyak di dorong salah seorang anggotanya mewakili Masyumi Karir KH. Abdul Wahid Hasyim dalam
oleh rasa bersalah umat Islam setelah melihat dan meningkat menjadi anggota BPKNIP. pentas politik nasional terus melejit. Dalam
konsolidasi politik kaum nasionalis begitu Selama menjadi Menteri Agama, usahanya usianya yang masih muda, beberapa jabatan
kuat. Pada tahun 1939, ketika MIAI me- antara lain: [1] Mendirikan Jam’iyah al- ia sandang. Diantaranya ketika Jepang mem-
ngadakan konferensi, Wahid Hasyim terpilih Qurra’ wa al-Huffazh (Organisasi Qari dan bentuk badan yang bertugas menyelidiki
sebagai ketua. Setahun kemudian ia me- Penghafal al-Qur’an) di Jakarta; [2] Me ne- usaha-usaha persiapan kemerdekaan atau
ngundurkan diri. tapkan tugas kewajiban Kementerian Agama dikenal dengan BPUPKI. Wahid Hasyim
Wahid Hasyim juga mempelopori berdirinya melalui Peraturan Pemerintah no. 8 tahun merupakan salah satu anggota termuda se-
Badan Propaganda Islam (BPI) yang anggota- 1950; [3] Merumuskan dasar-dasar peraturan telah BPH. Bintoro dari 62 orang yang ada.
anggotanya dikader untuk terampil dan Perjalanan Haji Indonesia; dan [4] Menyetujui Waktu itu Wahid Hasyim berusia 33 tahun,
mahir berpidato di hadapan umum. Selain berdirinya Perguruan Tinggi Agama Islam sementara Bintoro 27 tahun. Sebagai anggota
itu, Wahid Hasyim juga mengembangkan Negeri (PTAIN) dalam kementerian agama. BPKI yang berpengaruh, ia terpilih sebagai
pendidikan di kalangan umat Islam. Tahun Pada tahun 1952 KH. Abdul Wahid Hasyim seorang dari sembilan anggota sub-komite
1944 ia mendirikan Sekolah Tinggi Islam memprakarsai berdirinya Liga Muslimin BPKI yang bertugas merumuskan rancangan
di Jakarta yang pengasuhnya ditangani oleh Indonesia, suatu badan federasi yang ang- preambule UUD negara Republik Indonesia
KH. A Kahar Mudzakir. Tahun berikutnya, gotanya terdiri atas wakil-wakil NU, Partai yang akan segera diproklamasikan.
1945, Wahid Hasyim aktif dalam dunia Syarikat Islam Indonesia (PSII), Persatuan
politik dan memulai karir sebagai ketua II Tarbiyah Islamiyah (Perti) dan Darul Dakwah Musibah di Cimindi
Majelis Syura (Dewan Partai Masyumi). wa al-Irsyad. Susunan pengurusnya adalah Tanggal 19 April 1953 merupakan hari
Ketua umumnya adalah ayahnya sendiri. KH. A Wahid Hasyim sebagai ketua, Abikusno berkabung. Waktu itu hari Sabtu tanggal
Sedangkan ketua I dan ketua II masing- Cokrosuyoso sebagai wakil ketua I, dan H. 18 April, KH. Abdul Wahhid Hasyim ber-
masing Ki Bagus Hadikusumo dan Mr. Sirajuddin Abbas sebagai wakil ketua II. maksud pergi ke Sumedang untuk menghadiri
Kasman Singodimejo. rapat NU. Berkendaraan mobil Chevrolet
Pada tanggal 20 Desember 1949 KH. Sebagai Ketua Umum PBNU miliknya, dengan ditemani seorang sopir
Abdul Wahid Hasyim diangkat menjadi Ketika Muktamar ke 19 di Palembang dari harian pemandangan, Argo Sutjipto,
Menteri Agama dalam kabinet Hatta. Se- mencalonkannya sebagai Ketua Umum, ia tata usaha majalah Gema Muslim, dan putra
belumnya, yaitu sebelum penyerahan ke- menolaknya, dan mengusulkan agar KH. sulungnya, Abdurrahman ad-Dakhil. KH.
daulatan, ia menjadi Menteri Negara. Pada Masykur menempati jabatan sebagai Ketua Abdul Wahid Hasyim duduk di jok belakang
periode kabinet Natsir dan Kabinet Sukiman, Umum. Kemudian atas penolakan KH. A bersama Argo Sutjipto. Daerah sekitar Cimahi
Wahid Hasyim tetap memegang jabatan Wahid Hasyim untuk menduduki jabatan dan Bandung waktu itu diguyur hujan dan
Menteri Agama. Ketua Umum, maka terpilihlah KH. Masykur jalan menjadi licin. Pada waktu itu lalu
Dalam kabinet pertama yang dibentuk menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Nah- lintas di jalan Cimindi, sebuah daerah antara
Presiden Soekarno pada September 1945, dlatul Ulama. Namun berhubung KH. Masykur Cimahi-Bandung, cukup ramai. Sekitar pukul
Wahid Hasyim ditunjuk menjadi Menteri diangkat menjadi Menteri Agama dalam 13.00, ketika memasuki Cimindi, mobil
Negara. Demikian juga dalam Kabinet Syahrir Kabinet Ali Arifin, maka NU menonaktifkan yang ditumpangi KH. Abdul Wahid Hasyim
pada tahun 1946. Pada tahun ini juga, ketika KH. Masykur selaku ketua umum, dan selip dan sopirnya tidak bisa menguasai
KNIP dibentuk, KH. A Wahid Hasyim menjadi dengan demikian maka Wahid Hasyim kendaraan. (Bersambung ke halaman 19)
Majalah Komunitas Sabilillah 9
Edisi 142 / Juli 2016 / Thn: 07

