Page 69 - BMP Pendidikan Agama Kristen
P. 69
55
natur melainkan hanya satu natur. Natur yang dimaksud adalah nature
”theantropic” (ilah-manusiawi). Artinya, memanusiakan yang ilahi dan
mengilahikan yang manusiawi. Dengan kata lain mereka menghilangkan
batasan-batasan keduanya. Ini menandakan bahwa sejak awal kekristenan
sudah terjadi penyesatan yang dulunya berkembang liar di lingkungan
Kristen.
Dalam pembahasan Kristologi diperlukan sudut pandang pemahaman
yang lebih dalam mengenai kemanusiaan Yesus. Untuk dapat memahami
lebih jelas maka kita dapat melihat apa yang telah dicatat sejarah mengenai;
inkarnasinya, kemanusiaan Yesus dan ketidakberdosaan-Nya, sebagaimana
yang diungkapkan PB mengenai kemanusiaan Yesus:
a. Firman Yang Menjadi Manusia (Inkarnasi)
Istilah ”inkarnasi” berasal dari bahasa latin ”incarnatio” yaitu, ”in the
flesh” (in=masuk kedalam) dan kata dasarnya ”karo”
46
(caro/carnis/fles=daging). Jadi, inkarnasi merupakan firman (Logos)
masuk kedalam daging atau Logos menjadi manusia yang disebut Yesus
(Yoh. 1:14; Rm. 8:3; 1 Tim. 3:16; 1 Yoh. 4:2; 2 Yoh. 7). Dalam sejarah manusia
inkarnasi hanya terjadi dalam Yesus Kristus. Kekristenan menolak konsep
”reinkarnasi” seperti yang diajarkan agama lain. Makna inkarnasi sendiri
merupakan inisiatif Allah serta menunjukkan kasih Allah kepada manusia
yang berdosa. Untuk itu inkarnasi menunjukkan gambaran Allah yang
sempurna dalam diri Yesus. Jan A. Boersema, Jakob P.D Groen, Dick Mak,
Rufus Th. Pos, Gerrit Riemer dan Henk Venema dalam bukunya Berteologi
Abad XXI menyatakan bahwa selama Yesus berada di bumi Dia tetap Allah
sejati. ”Ke-Allah-an (Kristus) tidak dapat dikurung oleh apa pun, dan hadir
47
di segala tempat. Artinya, Tuhan Yesus (Logos) turun dari surga namun
tidak meninggalkan surga. Sekalipun berada dalam kandungan Maria ibu-
Nya namun juga berada di seluruh jagad raya pada saat yang sama.
tubuh dan wujud manusia, tidak ada lagi dua tabiat melainkan hanya satu tabiat. Pada
tahun 451 Konsili Chalcedon mengutuk ajaran monofitisme dan mereka menjadi golongan
yang terpisah dari Gereja resmi. Lih. Anne Ruch. Sejarah Gereja Asia. (Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 2008), 38. & F. D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006),
291.
46 Jan A. Boersema, Jakob P.D Groen, Dick Mak, Rufus Th. Pos, Gerrit Riemer dan Henk
Venema, Berteologi Abad XXI (Literatur Perkantas: 2015), 478.
47 Op.Cit., 482.

